JAKARTA– Pemilukada DKI Jakarta masih memposisikan kaum perempuan sebagai pengumpul suara. Karena itulah, mereka sangat rentan terhadap politik uang. Bukan cuma itu, disinyalir masih banyak kaum perempuan yang miskin dan minim pengetahuan sehingga merupakan sasaran yang empuk untuk dibujuk memilih salah satu pasangan calon dengan diimingi-imingi uang atau kebutuhan rumah tangga lainnya.
Ketua Komunitas Solidaritas Perempuan Wahidah Rustam menegaskan hal itu, kemarin. Menurut dia, dari berbagai diskusi kampung yang dilakukannya dengan melibatkan perempuan, pihaknya banyak menerima keluhan dari kaum perempuan Jakarta bila program pembangunan belum menyuarakan kepentingan perempuan. Bahkan perempuan tidak dilibatkan dalam ruang-ruang pengambilan keputusan.
“Kaum perempuan paling rawan terhadap politik uang, karena banyak yang menganggap kaum perempuan tidak punya kekuatan menyuarakan haknya, karena masih banyak yang miskin dan minim pengetahuan,” kata Wahidah dalam seminar Perludem dengan tema Bersama Mengawal Putaran Dua Pilkada Jakarta: Pemilu Jakarta Antipolitik Uang, Jakarta, Kamis (13/9).
Atas dasar itulah, kata Wahidah, hampir sebanyak 52,25 persen perempuan di Jakarta menjadi target dari politik uang. Kepentingan perempuan sering diabaikan, terkadan ada kekerasan dan perlakuan diskriminatif, manipulasi dan program kerja yang tidak memperhatikan permasalahan perempuan.
“Berdasarkan analisis visi misi dan program kerja kandidat pada putaran pertama, tidak ada yang memperhatikan atau terlihat keseriusannya memperhatikan persoalan perempuan. Program lebih condong memarginalisasikan perempuan. Misalnya PKK, posyandu dan sebagainya yang menempatkan perempuan pada peran domestik saja,” ujarnya.
Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Yustrifiadi menjelaskan terdapat tujuh titik rawan yang akan mengakibatkan permasalahan dan pelanggaran serta menimbulkan ketidak percayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilukada, bila tidak dikawal dengan partisipasi warga Jakarta.
“Jadi kita jangan hanya fokus pada pengawalan politik uang saja. Tetapi kita juga harus fokus pada tujuh titik rawan permasalahan pemilukada,” kata Yustrifiadi.
Sementara itu mantan tim sukses (Timses) Faisal Basri-Biem Benjamin, Burhan Saidi, menyayangkan sikap mantan cagub dan cawagub dari jalur independen itu yang belum menentukan akan dibawa kemana suara independen. Terlebih menjelang putaran kedua yang akan digelar 20 September 2012 mendatang.
“Mengenai pemikirannya tentang proses Pemilukada DKI ini menyangkut keputusan Bang Faisal yang tidak mengarahkan dukungannya. Beliau mencoba menuangkan pendapat, bahwa perjalanan independen tak boleh berhenti sampai pemilihan gubernur saja. Mereka harus berlanjut menyuarakan visi dan misi ndependen,” kata Burhan Saidi di Jakarta, Kamis (13/9).
Terkait sikap diam Faisal Basri, Burhan mengaku resah, apalagi jumlah suara Faisal-Biem pada pemilukada mencapai 215.000 pemilih atau 5 prsen dari suara yang sah.”Perlu kita ingat ada 215.300 orang telah mempercayakan suaranya ke gerbong Faisal-Biem.”
____________________________________________________________
Posting Komentar
Jika anda menyertakan link baik itu link hidup atau mati maka admin akan menghapus komentar anda..terima kasih