Media Online Seputar Perbandingan Antara Ajaran Yesus Dan Ajaran Paulus Di Lengkapi Berbagai Artikel Menarik Lainnya

Januari 2013

JAKARTA- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amidhan, mengatakan, dalam Syariat Islam, tidak ada aturan yang secara jelas membahas perempuan duduk ngangkang. Hal tersebut disampaikan untuk menyikapi Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, yang akan memberlakukan larangan bagi perempuan duduk terbuka atau ngangkang di atas sepeda motor.

Menurut Amidhan, hal tersebut lebih menyangkut etika dan sopan santun, bukan pada hukum Syariat Islam. Bahkan jika dengan duduk ngangkang, lanjut Amidhan, tidak membahayakan ketika mengendarai sepeda motor, maka hal tersebut justru dianjurkan.

“Kalau dengan duduk ngangkang (perempuan) tidak jatuh dari motor, ya boleh-boleh saja. Daripada duduk searah tapi membahayakan diri sendiri,” katanya ketika dihubungi Okezone melalui telefon, Rabu 2 Januari malam.

Asal saat mengendarai sepeda motor, perempuan tersebut tidak berlebihan dan memamerkan auratnya, maka duduk ngangkang hukumnya sah. Selain itu, dalam keadaan darurat, seorang perempuan juga diperbolehkan membonceng laki-laki yang bukan muhrimnya.

“Untuk kepentingan yang mendesak, maka hal tersebut di-ma’fu (dimaafkan),” tambahnya.

Kendati demikian, menurut Amidhan, aturan yang akan diberlakukan di Lhokseumawe itu karena sebagai daerah otonomi khusus sehingga dapat membuat aturan tersendiri. Ada tiga hal yang menjadi landasan diterbitkannya suatu aturan baru yakni, pada aspek budaya, pendidikan, dan Agama Islam.

“Jika ada warga yang protes dengan aturan itu, maka mestinya ditanyakan dulu sebelum diberlakukan,” lanjutnya.

Larangan perempuan ngangkang ketika mengendarai sepeda motor, tambah Amidhan, bisa jadi hanya cocok diberlakukan di Aceh dan beberapa daerah lain yang memiliki kebiasaan atau budaya menutup aurat.

“Seperti Kalimantan Selatan dan Sumatera Barat yang kental nuansa agamanya, perempuan kalo dibonceng duduknya satu arah. Itu bukan karena aturan agama, melainkan kebiasaan dan budaya di sana,” tuturnya.

Berbeda halnya ketika di kota besar seperti Jakarta, perempuan yang duduk satu arah ketika dibonceng sepeda motor justru mengancam keselamatan jiwanya. Sebab kondisi lalu lintas yang padat dan macet, membuatnya rawan jatuh.

“Kondisional aja, itu gak cocok kalau diterapkan di kota-kota besar seperti Jakarta,” tutupnya.

BANDA ACEH- Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) menilai, kebijakan pelarangan perempuan duduk ngangkang di sepeda motor dan akan diterapkan Pemkott Lhokseumawe untuk menjaga marwah perempuan di Aceh.

Sekjen HUDA, Teungku Faisal Ali, menilai, perempuan duduk mengangkang di atas sepeda motor dengan aurat terbuka atau tidak mengenakan pakaian muslimah, bisa meruntuhkan marwah seorang perempuan. 

"Kebijakan ini bisa mengembalikan marwah perempuan yang ada di Aceh, kalau yang di luar Aceh tidak ada problem. Berbicara marwah sangat tergantung pada daerah," katanya kepada Okezone, Kamis (3/1/2013).

Dalam sisi agama, perempuan tetap diperbolehkan duduk terbuka atau ngangkang di sepeda motor asal jangan sampai terbuka auratnya dan tidak menciderai marwah seorang perempuan.

"Sah-sah saja, asal aurat tetap terjaga, pakaian tetap sopan tidak menyerupai laki-laki, dan tidak menciderai marwah perempuan itu sendiri," ujar Faisal yang juga Ketua PW Nahdatul Ulama Aceh.

Dalam konteks adat istiadat, seorang perempuan yang duduk ngangkang di sepeda motor menyerupai laki-laki dinilai bisa meruntuhkan marwah perempuan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai ke Acehan.

"Ini tidak hanya identik dengan syariat Islam, tapi kalau saya lihat lebih kepada upaya untuk mengembalikan adat istiadat dan budaya Aceh yang mulai hilang," sebutnya.

Sekira 20 tahun lalu, lanjut Faisal, perempuan ngangkang di sepeda motor merupakan hal tabu dan langka di Aceh, karena duduk seperti itu dinilai bisa menjatuhkan harga diri perempuan itu sendiri.

Sekarang banyak terjadi pergeseran adat istiadat sehingga identitas ke Acehan itu mulai luntur khususnya di kalangan muda-mudi. "Pergeseran ini yang harus dikembalikan lagi. Kita berharap dengan kebijakan itu bisa mengembalikan identitas ke Acehan itu sendiri," katanya.

Faisal meminta Pemkot Lhokseumawe menyosialisasikan dulu kepada masyarakat secara luas jika memang kebijakan pelarangan perempuan ngangkang saat menumpangi sepeda motor.

"Yang sangat penting adalah sosialisasikan dulu kepada masyarakat, jangan langsung kepada penindakan," ujarnya.

Dalam sosialisasi, Pemkot diminta untuk menekankan sisi positif dari kebijakannya sehingga masyarakat paham dan bisa menerima.

Pemkot diharapkan untuk terus mencari masukan-masukan kepada berbagai pihak sebelum memberlakukan aturan itu, agar jangan terkesan kontroversi. "Kami sendiri sangat siap untuk memberi masukan supaya terbangun ketertiban dalam masyarakat," tukas Faisal.
(kem)

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget