Media Online Seputar Perbandingan Antara Ajaran Yesus Dan Ajaran Paulus Di Lengkapi Berbagai Artikel Menarik Lainnya

April 2012

Menurut keyakinan orang-orang Kristen, Yesus terlahir untuk menebus dosa yang pernah dilakukan oleh Adam as, menurut keyakinan tersebut, bila dosa yang dilakukan oleh Adam tidak ditebus, maka semua anak keturunan Adam as akan celaka, binasa dan berujung di neraka, artinya, menurut keyakinan tersebut, Yesus dilahirkan untuk menyelamatkan manusia dari akibat dosa yang pernah dilakukan oleh Adam as.

Dalam dua nomor yang lalu, telah kita bahas ketidak-mungkinan Yesus dijadikan korban penebusan dosa yang dikarenakan menurut Bible sendiri, ternyata Yesus telah menikah dan secara tidak langsung telah mengaku berdosa, di mana menurut doktrin tersebut, syarat sebagai penebus dosa haruslah seorang yang terbebas dari dosa dan tidak menikah.

Bila Yesus tidak memenuhi syarat sebagai korban penebus dosa, sementara doktrin penebusan dosa harus tetap berjalan, maka kuat indikasinya ajaran penebusan dosa hanyalah kebohongan belaka dan hanya berupa doktrin yang harus diyakini begitu saja tanpa bersumber pada keserasian fakta dan dalil.
Dan adanya kemiripan doktrin korban penebusan dosa dalam Kristen dengan korban persembahan nyawa kepada dewa-dewa oleh orang-orang pagan/musyrik, melahirkan dugaan bahwa doktrin penebusan dosa dalam Kristen bukanlah ajaran yang bersumber dari Allah atau Yesus, melainkan adopsi dari ajaran para penyembah berhala dan orang-orang musyrik.

Berangkat dari adanya indikasi kebohongan doktrin penebusan dosa dan adanya dugaan ajaran korban penebusan dosa sebagai hasil adopsi dari ajaran para penyembah berhala, maka tidak berlebihan bila dipertanyakan :

“Pernahkah Yesus sebagai tokoh sentral mengajarkan penebusan dosa ?”

Bagi umat Kristen, meyakini Yesus sebagai korban penebusan dosa adalah sertifikat bagi keselamatan manusia keturunan Adam as agar terhindar dari kebinasaan kekal di dalam neraka kelak. Meyakini Yesus sebagai korban penebusan dosa adalah satu paket dengan meyakini Yesus telah menyerahkan nyawanya dan mati di tiang salib, hanya dengan keyakinan semacam itulah yang akan menjadikan Yesus sebagai juru selamat bagi mereka.

Secara ringkas, umat Kristen harus yakin, agar manusia dapat terhindar dari kebinasaan kekal di dalam neraka haruslah meyakini Yesus terlahir ke dunia ini sebagai juru selamat dengan menebus dosa yang diwarisan oleh Adam as kepada anak cucunya dengan menyerahkan nyawanya dan mati di tiang salib.

Karena hal tersebut menyangkut kehidupan yang kekal nanti setelah hari kiamat, yaitu kekal di dalam neraka atau kekal di dalam sorga, maka harus dapat dipastikan oleh umat Kristiani, benarkah Yesus menjamin keselamatan manusia dengan meyakini dirinya sebagai korban penebusan dosa ?

Seperti halnya dengan sebuah jaminan lainnya, misal, bisa saja sebuah BANK mengatakan atau mendoktrin nasabahnya bahwa para nasabah di BANK tersebut segala resiko yang akan terjadi pada dananya, akan di jamin oleh pemerintah, sehingga tidak perlu kuatir akan keselamatan dananya.

Apakah nasabah boleh percaya begitu saja dengan jaminan tersebut agar hatinya tentram ?, tentu saja tidak, agar nasabah dapat yakin dengan seyakin-yakinnya bukan yakin karena ra-yuan dan kelihaian para sales BANK, maka para nasabah harus memperoleh pernyataan jaminan yang betul-betul dari pemerintah, bila memang ada pernyataan tersebut, barulah para nasabah tersebut boleh merasa tentram dengan kepercayaannya kepada BANK tempat dia menabung, bila tidak, maka keyakinanannya adalah keyakinan semu yang terbentuk hanya karena rayuan sang sales BANK.

Begitu juga dengan umat Kristiani, karena meyakini Yesus sebagai juru selamat dengan menebus dosa warisan dan mati di tiang salib menyangkut hal yang yang sangat luar biasa besarnya yaitu tentang kehidupan akhir yang kekal berada di dalam sorga atau di dalam neraka dan tidak dapat kembali lagi ke dunia fana ini untuk memperbaiki keyakinannya, maka sudah sepaatutnya diperlukan jaminan langsung dari Yesus atau Allah yang menyatakan Yesus adalah juru selamat bagi manusia yang percaya Yesus terlahir ke dunia adalah untuk menebus dosa dengan menyerahkan nyawanya dan mati di tiang salib.

Adakah jaminan tersebut sehingga manusia harus percaya dan yakin ??

Dari penelusuran ALKITAB, ternyata sejak zaman Adam as hingga zaman sebelum kelahiran Yesus, tidak seorangpun yang menerima pengajaran dari para nabi dan orang-orang suci tentang adanya dosa warisan dan adanya keharusan untuk menebusnya, begitu juga pada masa mulai kelahiran Yesus dan dakwah Yesus, tidak seorangpun yang menerima pengajaran dari Yesus tentang adanya dosa warisan dan keharusan menebusnya, ajaran tersebut baru ada jauh setelah masa dakwah Yesus.

Ajaran dan doktrin penebusan dosa, nampaknya sebagai sinkritisme/gabungan dari ajaran orang-orang musyrik penyembah berhala dengan peristiwa penyaliban yang diyakini mereka sebagai penyaliban Yesus, di mana orang-orang musyrik telah mempunyai ajaran yang harus menyerahkan korban tebusan kepada dewa agar mereka selamat dari bencana alam dan mendapat berkah dari alam, kemudian mereka melihat sosok Yesus yang menurut informasi yang mereka terima Yesus telah mati di tiang salib, dan Yesus adalah orang suci yang tidak pernah berdosa dan tidak pernah menikah sehingga sosok Yesus adalah sosok yang paling pantas sebagai korban persembahan kepada dewa. Maka lahir ajaran baru ten-tang keselamatan manusia yang sama sekali tidak pernah diajarkan oleh Yesus. Maka tidak heran bila hari Natal umat Kristiani justru tepat pada hari kelahiran dewa matahari dan jauh dengan tanggal kelahiran Yesus.

Keselamatan Menurut Yesus

Sebelum masa dakwah Yesus yaitu yang oleh orang-orang Kristen disebut sebagai zaman Taurat, orang-orang zaman Taurat mengenal ajaran keselamatan adalah dengan mempercayai Allah sebagai Tuhan satu-satunya, sebagai juru selamat satu-satunya dan sebagai penebus satu-satunya.

..Bukankah Aku, Tuhan? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!

Yesaya 45:21

….supaya seluruh umat manusia mengetahui, bahwa Aku, Tuhan, adalah Juruselamatmu dan Penebusmu, Yang Mahakuat, Allah Yakub.“

Yesaya 49:26

……tetapi Aku adalah Tuhan, Allahmu sejak di tanah Mesir; engkau tidak mengenal allah kecuali Aku, dan tidak ada juruselamat selain dari Aku.

Hosea 13:4

Mereka sama sekali tidak pernah diajarkan ten-tang penebusan dosa Adam as. untuk memperoleh keselamatan dan sama sekali tidak pernah di ajarkan tentang adanya dosa warisan yang pernah dilakukan oleh Adam as.

Satu-satunya jalan keselamatan adalah dengan meyakini bahwa Allah SWT adalah tuhan satu-satunya, juru selamat satu-satunya dan sebagai penebus dosa satu-satunya atau sebagai Tuhan yang Maha pemgampun satu-satunya.

Mereka juga diajarkan bahwa dosa tidak diwariskan anak keturunannya, dan mereka diajarkan bahwa untuk menebus itu semua mereka harus bertaubat.

20. Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya.

21. Tetapi jikalau orang fasik bertobat dari segala dosa yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapanKu serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati.

22. Segala durhaka yang dibuatnya tidak akan diingat-ingat lagi terhadap dia; ia akan hidup karena kebenaran yang dilakukannya.

23. Apakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik? demikianlah firman Tuhan ALLAH. Bukankah kepada pertobatannya supaya ia hidup?
Yehezkial 18:20-23


Seperti itu juga ajaran keselamatan yang diajarkan oleh Yesus kepada kaumnya. Yesus sama sekali tidak pernah mengajarkan adanya dosa warisan dan keharusan menebusnya, sehingga Yesus sama sekali tidak mengajarkan dirinya terlahir ke dunia ini untuk menebus dosa dan harus menyerahkan nyawanya dan mati di tiang salib.

Dalam Injil yang dikarang oleh Markus pasal 10:17-19 dikisahkan seseorang bertanya kepada Yesus :

“Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”

Jawab Yesus: “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja.

Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah:
Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!”

Ajaran Yesus tentang keselamatan tersebut sangat jelas, gamblang dan tidak memerlukan penafsiran bahwa untuk mencapai keselamatan seseorang harus harus mentaati hukum Taurat, Yesus sama sekali tidak menyinggung apalagi mengajarkan secara nyata bahwa keselamatan dapat dicapai dengan meyakini Yesus sebagai korban penebus dosa yang menyerahkan nyawanya dan mati di tiang salib.

Di dalam Injil yang dikarang oleh Yohanes pasal 17:3, dikisahkan bahwa untuk memperoleh hidup yang kekal di dalam sorga, seseorang harus mengimani Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang benar dan mengimani Yesus sebagai utusannya, juga tidak disinggung sedikitpun harus meyakini Yesus terlahir sebagai penebus dosa dan juga adanya dosa warisan, begitupun juga dalam Injil karangan-karangan lainnya.

Dalam masa-masa akhir dakwah Yesus, Injil karangan Yohanes pasal 17:6 dikisahkan Yesus bermunajat kepada Allah SWT :

Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepaa-Ku dari dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu.

Artinya, Yesus telah mengajarkan seluruh dari apa yang telah difirmankan oleh Allah SWT kepada Yesus, dan tidak satupun Injil yang mencatat bahwa Yesus pernah mengajarkan adanya dosa warisan dan keharusan menebusnya dan mengajarkan dirinya sebagai korban penebusan dosa tersebut, yang ada adalah ajaran Yesus kepada kaumnya yang harus menuruti Firman Allah SWT.

Bila demikian adanya, berarti keyakinan Yesus terlahir ke dunia ini sebagai korban penebusan dosa warisan yang pernah dilakukan oleh Adam as yang harus menyerahkan nyawanya dan mati di tiang salib adalah keyakinan yang terbentuk oleh kelihaian para misionaris seperti layaknya para sales BANK yang lihai meyakinkan nasabahnya bahwa semua dananya dijamin oleh pemerintah padahal tidak ada bukti pernyataan langsung dari pemerintah yang menjaminnya, tahu-tahu seperti kasus BANK di Bandung yang telah berhasil mengelabuhi banyak nasabah dan yang didapat nasabah hanyalah penyesalan belaka.

Kalau memang Yesus betul-betul menjamin keselamatan manusia dari kebinasaan kekal di dalam neraka dengan percaya Yesus sebagai korban penebusan dosa, semestinya ada pernyataan langsung dari Yesus sebagai penjaminnya, bukan dari orang lain, apalagi orang lain itu bukan murid Yesus dan hanya mengaku-ngaku pernah ditemui Yesus dalam bentuk Roh jauh setelah Yesus tidak ada di bumi, apakah menunggu di akhirat untuk membuktikan adanya jaminan tersebut ?.

YESUS berkata dalam doa kepada Allah: “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yohanes 17: 3) Pengenalan atau pengetahuan macam apa? “[Allah] menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan [yang saksama, NW] akan kebenaran.” (1 Timotius 2:4) The Amplified Bible menerjemahkan bagian terakhir dari ayat ini sebagai berikut:
“Mengetahui dengan tepat dan benar tentang Kebenaran [ilahi].”
Jadi Allah ingin agar kita mengenal Dia dan maksud-tujuan-Nya dengan saksama selaras dengan kebenaran ilahi. Dan Firman Allah, Alkitab, adalah sumber dari kebenaran tersebut. (Yohanes 17:17; 2 Timotius 3: 16,17) Bila orang belajar dengan saksama apa yang Alkitab katakan tentang Allah, maka mereka tidak akan menjadi seperti orang-orang yang disebut dalam Roma 10:2, 3, yang “sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.” Atau seperti orang-orang Samaria, kepada siapa Yesus berkata: “Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal. “
Yohanes 4:22.

Maka, jika kita ingin mendapat perkenan Allah, kita perlu bertanya kepada diri kita sendiri: Apa yang Allah katakan mengenai diri Dia sendiri? Bagaimana Ia ingin disembah? Apa maksud-tujuanNya dan bagaimana kita harus menyesuaikan diri dengan itu? Pengetahuan yang saksama tentang kebenaran akan memberi kita jawaban-jawaban yang benar atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan demikian kita dapat menyembah Allah menurut syarat-syarat Dia.


 
Tidak Menghormati Allah

“SIAPA yang menghormati Aku, akan Kuhormati,” kata Allah. (1 Samuel 2 :30) Apakah kita menghormati Allah dengan menyebut pribadi lain setara dengan Dia? Apakah kita menghormati Dia dengan menyebut Maria “Bunda Allah” dan “Perantara ... antara sang Pencipta dengan makhluk-makhluk ciptaan-Nya,” seperti disebutkan dalam New Catholic Encyclopedia? Tidak, gagasan tersebut menghina Allah. Tidak ada pribadi manapun yang setara dengan Dia, Ia juga tidak mempunyai ibu jasmani, karena Yesus bukan Allah. Dan tidak ada “Perantara” perempuan karena Allah hanya mengangkat ‘satu pengantara antara Allah dan manusia,’ yaitu Yesus. -1 Timotius 2:5; 1 Yohanes 2:1,2.
Tiada sangsi lagi, doktrin Tritunggal telah membingungkan dan mengencerkan pengertian orang tentang kedudukan Allah yang sesungguhnya. Hal itu menghalangi orang untuk dengan saksama mengenal Penguasa Universal, Allah Yehuwa, dan untuk menyembah Dia menurut syarat-syarat-Nya. Seperti dikatakan teolog Hans Kung: “Untuk apa seseorang ingin menambahkan sesuatu kepada gagasan tentang keesaan dan keunikan Allah yang hanya dapat mengencerkan atau meniadakan keesaan dan keunikan itu?” Namun itulah yang telah dilakukan dengan percaya kepada Tritunggal.
Mereka yang percaya kepada Tritunggal tidak “berpegang kepada Allah dalam pengetahuan yang saksama.” (Roma 1:28, NW; Bode) Ayat itu juga berkata: “Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas.” (Terjemahan Baru) Ayat 29-31 menyebutkan beberapa dari hal-hal yang “tidak pantas” itu, seperti ‘pembunuhan, perselisihan, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.’ Justru hal-hal itulah yang telah dipraktikkan oleh agama-agama yang menerima Tritunggal.
Sebagai contoh, para penganut Tritunggal sering menganiaya dan bahkan membunuh orang-orang yang menolak doktrin Tritunggal. Dan mereka bahkan telah bertindak lebih jauh. Mereka telah membunuh sesama penganut Tritunggal dalam masa perang. Apa yang lebih “tidak pantas” lagi daripada orang Katolik membunuh orang Katolik, orang Ortodoks membunuh orang Ortodoks, orang Protestan membunuh orang Protestan-semua dalam nama Allah Tritunggal yang sama?
Namun, Yesus dengan jelas berkata: “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yohanes 13:35) Firman Allah berbicara lebih banyak mengenai hal ini, dengan berkata:
“Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya.” Mereka yang membunuh saudara-saudara rohani mereka disamakan dengan “Kain, yang berasal dari si jahat [Setan] dan yang membunuh adiknya.” -1 Yohanes 3: 10-12.
Jadi, diajarkannya doktrin-doktrin yang membingungkan tentang Allah telah menimbulkan tindakan-tindakan yang melanggar hukum-hukum-Nya. Sesungguhnya, apa yang telah terjadi dalam seluruh Susunan Kristen adalah seperti digambarkan oleh teolog Denmark Søren Kierkegaard: “Susunan Kristen telah menyingkirkan Kekristenan tanpa benar-benar menyadarinya.”
Keadaan rohani Susunan Kristen sesuai dengan apa yang ditulis rasul Paulus: “Mereka mengaku mengenal Allah, tetapi dengan perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka dan tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik.”
Titus 1: 16.
Tidak lama lagi, pada waktu Allah mengakhiri sistem yang jahat yang ada sekarang, Susunan Kristen yang menganut Tritunggal akan dimintai pertanggungjawaban. Dan ia akan mendapat vonis yang mencelakakan karena tindakan-tindakan dan doktrin-doktrinnya yang tidak menghormati Allah. -Matius 24: 14,34; 25:3134, 41, 46; Wahyu 17:1-6, 16; 18:1-8, 20, 24; 19: 17-21.

 
Tolaklah Tritunggal

KEBENARAN Allah tidak dapat dikompromikan. Maka, menyembah Allah menurut syarat-syarat Dia berarti menolak doktrin Tritunggal. Doktrin tersebut bertentangan dengan apa yang dipercayai dan diajarkan oleh para nabi, Yesus, rasul-rasul, dan orang Kristen yang mula-mula. Hal itu bertentangan dengan apa yang Allah katakan mengenai diriNya dalam Firman-Nya sendiri yang terilham. Maka, Ia menasihati:
‘Akuilah bahwa aku Allah, dan tak ada lainnya, dan tak ada yang seperti aku.’ -Yesaya 46:9, BIS.
Kepentingan Allah dirugikan dengan membuat Dia membingungkan dan misterius. Sebaliknya, makin bingung orang mengenai Allah dan maksud tujuan Dia, makin senang musuh Allah, Setan si Iblis, ‘ilah dunia ini.’ Dialah yang menganjurkan doktrin palsu tersebut untuk ‘membutakan pikiran orang-orang yang tidak percaya.’ (2 Korintus 4:4)
Dan doktrin Tritunggal juga menjadi alat bagi golongan pendeta yang ingin mempertahankan kendali mereka atas orang-orang, karena mereka memberi kesan seolah-olah para teolog saja yang dapat mengertinya. -Lihat Yohanes 8:44.
Pengetahuan yang saksama tentang Allah benar-benar mendatangkan kelegaan. Hal itu membebaskan kita dari ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ajaran Firman Allah dan dari organisasi-organisasi yang telah murtad. Seperti Yesus katakan: “Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” -Yohanes 8:32.

Dengan menghormati Allah sebagai yang paling tinggi dan menyembah Dia menurut syarat-syaratNya, kita dapat menghindari hukuman yang segera akan Ia timpakan atas Susunan Kristen yang murtad. Sebaliknya kita dapat menantikan perkenan Allah pada waktu sistem ini berakhir:
“Dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.”
1 Yohanes 2:17.

DIKATAKAN bahwa beberapa ayat Alkitab memberikan bukti untuk mendukung Tritunggal. Tetapi, apabila kita membaca ayat-ayat tersebut, kita harus selalu mengingat bahwa bukti-bukti Alkitab maupun sejarah tidak mendukung Tritunggal.
Ayat-ayat Alkitab apapun yang diajukan sebagai bukti harus dipahami sejalan dengan konteks dari ajaran seluruh Alkitab yang konsisten. Sering kali arti yang sesungguhnya dari ayat yang diajukan tersebut dijelaskan oleh konteks atau ikatan kalimat ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.

 
Tiga dalam Satu

NEW Catholic Encyclopedia mengajukan tiga “ayat bukti” demikian tetapi juga mengakui: “Doktrin Tritunggal Kudus tidak diajarkan dalam P[erjanjian] L[ama]. Dalam P[erjanjian] B[aru] bukti yang tertua terdapat dalam surat-surat Paulus, khususnya 2 Kor 13.13 [ayat 14 dalam beberapa Alkitab], dan 1 Kor 12.4-6. Dalam keempat Injil bukti mengenai Tritunggal secara jelas hanya terdapat dalam rumus pembaptisan di Mat 28.19.”
Dalam ayat-ayat tersebut ketiga “pribadi” itu didaftarkan sebagai berikut. Dua Korintus 13:13 (14) menggabungkan ketiganya dengan cara berikut: “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian.” Satu Korintus 12:4-6 berbunyi:
“Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang.” Dan Matius 28:19 berbunyi:
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”
Apakah ayat-ayat ini menyatakan bahwa Allah, Kristus, dan roh kudus membentuk suatu Keilahian Tritunggal, bahwa ketiganya sama dalam bentuk, kekuasaan, dan kekekalan? Tidak, tidak demikian, sama halnya menyebutkan tiga orang, seperti Amir, Budi dan Bambang, tidak berarti bahwa mereka tiga dalam satu.
Bukti semacam ini, menurut Cyclopedia of Biblical, Theological, and Ecclesiastical Literature karya McClintock dan Strong, “hanya membuktikan bahwa ada tiga subyek yang disebutkan, ... tetapi hal itu sendiri tidak membuktikan bahwa ketiga-tiganya pasti tergabung dalam satu sifat ilahi, dan memiliki kemuliaan ilahi yang sama.”
Meskipun mendukung Tritunggal, sumber itu mengatakan mengenai 2 Korintus 13:13 (14): “Kita tidak dapat dengan tepat menarik kesimpulan bahwa mereka memiliki wewenang yang sama, atau sifat yang sama.” Dan mengenai Matius 28:18-20 dikatakan: “Tetapi, ayat ini jika diambil begitu saja, tidak akan membuktikan dengan pasti bahwa ketiga subyek yang disebutkan masing-masing adalah satu pribadi, atau bahwa mereka setara atau bersifat ilahi.”
Ketika Yesus dibaptis, Allah, Yesus, dan roh kudus juga disebutkan dalam konteks yang sama. Yesus “melihat roh Allah seperti burung merpati turun ke atasNya.” (Matius 3:16) Tetapi, ini tidak berarti bahwa ketiganya adalah satu.
Abraham, Ishak, dan Yakub banyak kali disebutkan bersama-sama, tetapi hal itu tidak membuat mereka menjadi satu. Petrus, Yakobus dan Yohanes disebutkan bersama-sama, tetapi itu tidak membuat mereka menjadi satu juga. Lagi pula, roh Allah turun ke atas Yesus pada saat pembaptisannya, yang menunjukkan bahwa sebelum itu Yesus tidak diurapi dengan roh. Maka, bagaimana mungkin ia menjadi bagian dari suatu Tritunggal padahal ia tidak selalu satu dengan roh kudus?

Kutipan lain yang menyebutkan ketiganya bersama-sama terdapat dalam beberapa terjemahan Alkitab yang lebih tua dalam 1 Yohanes 5:7. Namun, para sarjana mengakui bahwa kata-kata ini pada mulanya tidak terdapat dalam Alkitab, tetapi baru ditambahkan belakangan. Kebanyakan terjemahan modern dengan benar menghilangkan ayat yang palsu ini.
“Ayat-ayat bukti” yang lainnya hanya mengupas hubungan antara dua -sang Bapa dan Yesus. Mari kita bahas beberapa dari antaranya.

 
“Aku dan Bapa Adalah Satu”

AYAT itu, dalam Yohanes 10:30, sering dikutip untuk mendukung Tritunggal, meskipun pribadi ketiga tidak disebutkan di sana. Tetapi Yesus sendiri menunjukkan apa yang ia maksud dengan menjadi “satu” dengan sang Bapa. Dalam Yohanes 17:21, 22, ia berdoa kepada Allah agar murid-muridnya “semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, ... supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Apakah Yesus berdoa agar semua muridnya menjadi satu kesatuan tunggal? Tidak, Yesus jelas berdoa agar mereka dipersatukan dalam pikiran dan tujuan, seperti halnya dia dan Allah. -Lihat juga 1 Korintus 1:10.

Dalam 1 Korintus 3:6, 8, Paulus berkata: “Aku menanam, Apolos menyiram, ... Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama.” Paulus tidak memaksudkan bahwa ia dan Apolos adalah dua pribadi di dalam satu; ia memaksudkan bahwa mereka menjadi satu dalam tujuan. Kata Yunani yang Paulus gunakan di sini untuk “sama” (hen) berjenis netral, secara aksara: “satu (perkara),” yang menunjukkan persatuan dalam tindakan. Ini adalah kata yang sama yang Yesus gunakan dalam Yohanes 10:30 untuk menjelaskan hubungannya dengan Bapanya. Ini juga kata yang sama yang Yesus gunakan dalam Yohanes 17:21, 22. Jadi ketika ia menggunakan kata “satu” (hen) dalam kasus-kasus ini, ia memaksudkan persatuan dalam pikiran dan tujuan.
Mengenai Yohanes 10:30, John Calvin (seorang penganut Tritunggal) mengatakan dalam buku Commentary on the Gospel According to John: “Orangorang zaman dulu menyalahgunakan ayat ini untuk membuktikan bahwa Kristus adalah ... dari zat yang sama dengan sang Bapa. Karena di sini Kristus tidak berbicara mengenai persatuan dalam zat, tetapi mengenai kesepakatan antara dia dengan sang Bapa.”
Dalam konteks dari ayat-ayat setelah Yohanes 10:30, Yesus dengan tegas menjelaskan bahwa kata-katanya bukan pengakuan dirinya sebagai Allah. Ia bertanya kepada orang-orang Yahudi yang salah mengambil kesimpulan itu dan ingin melemparinya dengan batu: “Mengapa kalian mengatakan aku menghujat Allah karena berkata aku Anak Allah? Padahal aku dipilih oleh Bapa dan diutus ke dunia.” (Yohanes 10:31-36, BIS) Tidak, Yesus tidak mengaku bahwa ia, Allah Anak, melainkan Anak Allah.

 
“Menyamakan DiriNya dengan Allah?”

AYAT lain yang diajukan untuk mendukung Tritunggal adalah Yohanes 5:18. Di sana dikatakan bahwa orang-orang Yahudi (seperti dalam Yohanes 10:31-36) ingin membunuh Yesus karena ia “menyamakan diriNya dengan Allah.”
Tetapi siapa yang mengatakan bahwa Yesus menyamakan dirinya dengan Allah? Bukan Yesus. Ia membela diri menghadapi tuduhan-tuduhan palsu ini langsung dalam ayat berikutnya (19): “Maka Yesus menjawab mereka, katanya: ... ‘Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya.’”
Dengan ini Yesus menunjukkan kepada orang-orang Yahudi bahwa ia tidak sama dengan Allah dan karena itu tidak dapat bertindak atas prakarsanya sendiri. Dapatkah kita membayangkan seseorang yang setara dengan Allah Yang Mahakuasa berkata bahwa ia “tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri?” (Bandingkan Daniel 4:34, 35.) Menarik, bahwa ikatan kalimat dari Yohanes 5:18 maupun 10:30 menunjukkan bahwa Yesus membela dirinya terhadap tuduhan-tuduhan palsu dari orang-orang Yahudi, yang seperti para penganut Tritunggal, mengambil kesimpulan-kesimpulan yang salah!

 
“Setara Dengan Allah?”

DALAM Filipi 2:6 Alkitab Katolik Douay Version (Dy) tahun 1609 berkata mengenai Yesus: “Yang karena dalam rupa Allah, tidak menganggap salah kesetaraannya dengan Allah.” King James Version (KJ) tahun 1611 juga berkata serupa. Sejumlah versi terjemahan seperti itu masih digunakan oleh beberapa orang untuk mendukung gagasan bahwa Yesus setara atau sama dengan Allah. Tetapi perhatikan bagaimana terjemahan-terjemahan lain menyatakan ayat ini:
1869: “yang, karena dalam rupa Allah, tidak menganggap sebagai sesuatu yang harus diupayakan agar [ia] menjadi sama dengan Allah.” The New Testament oleh G. R. Noyes.
1965: “Ia -yang benar-benar bersifat ilahi!- tidak pernah dengan sombong menganggap dirinya sama dengan Allah.” Das Neue Testament, edisi revisi, oleh Friedrich Pfafflin.
1968: “yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sesuatu hal yang dengan serakah harus ia miliki.” La Bibbia Concordata.
1976: “Ia senantiasa memiliki sifat Allah, tetapi ia tidak pernah berpikir bahwa ia perlu berupaya dengan paksa untuk menjadi sama dengan Allah.” Today’s English Version.
1984: “yang, meskipun berada dalam rupa Allah, tidak pernah berupaya untuk merampas [kedudukan], yaitu, bahwa ia harus sama dengan Allah.” New World Translation of the Holy Scriptures.
1985: “Yang, dalam rupa Allah, tidak menganggap kesamaan dengan Allah sebagai sesuatu yang harus dikejar.” The New Jerusalem Bible.
Tetapi, beberapa orang mengatakan bahwa bahkan terjemahan-terjemahan yang lebih saksama ini memaksudkan (1) Yesus sudah setara dengan Allah tetapi tidak ingin berkukuh memegang hal itu atau bahwa (2) ia tidak perlu mengejar kesamaan dengan Allah karena memang ia sudah setara.
Sehubungan dengan ini, Ralph Martin, dalam The Epistle of Paul to the Philippians. berkata mengenai bahasa Yunani aslinya: “Namun, dipertanyakan apakah makna dari kata kerja itu dapat bergeser dari arti yang sebenarnya yaitu ‘merampas’, ‘merebut dengan kekerasan’ dan diubah menjadi ‘mempertahankan.’” The Expositor’s Greek Testament juga berkata: “Kami tidak dapat menemukan ayat yang menyebutkan bahwa arpazw [harpa’zo] atau kata-kata turunannya memiliki makna ‘memiliki,’ ‘mempertahankan.’ Tampaknya hal itu selalu berarti ‘merebut,’ ‘merampas dengan kekerasan’. Jadi tidak boleh ada penggeseran dari makna yang sebenarnya yaitu ‘berupaya mendapat’ menjadi makna yang sama sekali berbeda yaitu, ‘mempertahankan.’”
Dari pembahasan ini terlihat dengan jelas bahwa para penerjemah dari Alkitab seperti Douay dan King James membuat perubahan-perubahan untuk mendukung Tritunggal. Sebaliknya dari mengatakan bahwa Yesus merasa pantas untuk setara dengan Allah, Filipi 2:6 dalam bahasa Yunani, bila dibaca secara obyektif, justru menunjukkan sebaliknya, bahwa Yesus merasa hal itu tidak pantas.
Ikatan kalimat dari ayat-ayat sebelum dan sesudahnya (3-5, 7, 8) membuat jelas bagaimana ayat 6 harus dipahami. Orang-orang Filipi dianjurkan: “Hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama [”mulia,” Dy] dari pada dirinya sendiri.” Kemudian Paulus menggunakan Kristus sebagai contoh yang sangat baik untuk sikap ini:
“Biarlah pikiran ini ada dalam kamu, yang juga ada dalam Kristus Yesus.” (Dy) “Pikiran” apa? ‘Menganggap bahwa bukan sesuatu yang salah untuk setara dengan Allah?’ Tidak, itu justru bertentangan dengan pokok yang sedang ditekankan di sini! Sebaliknya, Yesus, yang ‘menganggap Allah lebih mulia dari pada dirinya sendiri,’ tidak akan pernah ‘berupaya menjadi sama dengan Allah.’ Tetapi sebaliknya ia “merendahkan diriNya dan taat sampai mati.”
Tentu, semua ini tidak mungkin berlaku atas suatu bagian dari Allah Yang Mahakuasa. Pembicaraan ini adalah mengenai Yesus Kristus, yang dengan sempurna menggambarkan pokok yang ditandaskan Paulus di sini -yaitu pentingnya kerendahan hati dan ketaatan kepada yang lebih tinggi dan Pencipta, Allah Yehuwa.


 
“Aku Adalah”

DALAM Yohanes 8:58 sejumlah terjemahan, misalnya The Jerusalem Bible mengutip Yesus berkata: “Sebelum Abraham jadi, Aku adalah.” Apakah, seperti dinyatakan oleh para penganut Tritunggal, Yesus di sini sedang mengajarkan bahwa ia dikenal dengan gelar “Aku adalah?” Dan, sesuai dengan pengakuan mereka, apakah ini memaksudkan bahwa ia adalah Yehuwa yang terdapat dalam Kitab-Kitab Ibrani, karena dalam Keluaran 3:14 berbunyi: “Firman Allah kepada Musa; AKU ADALAH AKU?”
Dalam Keluaran 3:14 ungkapan “AKU ADALAH” digunakan sebagai gelar bagi Allah untuk menunjukkan bahwa Ia sungguh-sungguh ada dan akan melaksanakan janji-Nya. The Pentateuch and Haftorahs, dengan penyunting Dr. J. H. Hertz, berkata mengenai ungkapan ini: “Bagi orang-orang Israel dalam perbudakan, arti kata-kata ini adalah, ‘Meskipun Ia belum menunjukkan kuasa-Nya terhadap kamu, Ia akan melakukan hal itu; Ia kekal dan pasti akan membebaskanmu.’ Kebanyakan penerjemah modern mengikuti Rashi [komentator Alkitab dan Talmud berkebangsaan Perancis] dalam menerjemahkan [Keluaran 3:14] ‘Aku akan menjadi apa yang Aku akan menjadi. ‘ “

Pernyataan dalam Yohanes 8:58 jauh berbeda dari yang digunakan dalam Keluaran 3:14. Yesus tidak menggunakan hal itu sebagai nama atau gelar, ia menggunakannya untuk menunjukkan keberadaannya sebelum menjadi manusia. Maka, perhatikan bagaimana beberapa terjemahan Alkitab lain menyatakan Yohanes 8:58:

1869: “Sejak sebelum Abraham ada, aku telah ada.” The New Testament, oleh G. R Noyes.
1935: “Aku ada sebelum Abraham lahir!” The Bible -An American Translation, oleh J. M. P. Smith dan E. J. Goodspeed.
1965: “Sebelum Abraham lahir, aku sudah menjadi siapa aku ini.” Das Neue Testament, oleh Jorg Zink.
1981: “Aku sudah hidup sebelum Abraham lahir!” The Simple English Bible.
1984: “Sebelum Abraham menjadi ada, Aku telah ada.” New World Translation of the Holy Scriptures.
1985: “Sebelum Abraham lahir aku sudah ada.” Alkitab dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari.
1987: “Sebelum Abraham jadi, Aku Ada.” Terjemahan Baru.

Lembaga Alkitab Indonesia

Jadi, makna yang sesungguhnya dari bahasa Yunani yang digunakan di sini adalah bahwa ‘anak sulung’ Allah yang diciptakan, Yesus, telah ada lama sebelum Abraham lahir.
Kolose 1: 15; Amsal 8:22, 23,30; Wahyu 3:14.

Sekali lagi, ikatan kalimatnya menunjukkan bahwa ini adalah pengertian yang benar. Kali ini orang-orang Yahudi ingin melempari Yesus dengan batu karena mengaku “telah melihat Abraham” padahal seperti mereka katakan, ia belum berumur 50 tahun. (Ayat 57) Tanggapan Yesus yang wajar adalah memberitahukan kebenaran mengenai usianya. Jadi pantas jika ia mengatakan kepada mereka bahwa ia “sudah hidup sebelum Abraham lahir!” -The Simple English Bible.
 “Firman itu Adalah Allah”

YOHANES 1:1 berbunyi: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Para penganut Tritunggal mengaku bahwa ini berarti “Firman itu” (Yunani, ho lo’gos) yang datang ke bumi sebagai Yesus Kristus adalah Allah Yang Mahakuasa sendiri.
Tetapi, perhatikan bahwa di sini pula ikatan kalimatnya memberikan dasar untuk pengertian yang benar. Ayat itu berbunyi “Firman itu bersama-sama dengan Allah.” (Cetak miring red.) Seseorang yang “bersama-sama” dengan pribadi lain tidak mungkin sama dengan pribadi yang lain itu. Sesuai dengan ini, Journal of Biblical Literature, dengan penyunting imam Yesuit Joseph A. Fitzmyer, mengomentari bahwa jika bagian akhir dari Yohanes 1:1 dianggap mengartikan Allah sendiri, hal ini “akan bertentangan dengan ungkapan sebelumnya,” yang mengatakan bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah.
Perhatikan juga, bagaimana terjemahan-terjemahan lain menyatakan bagian dari ayat ini:
1808: “dan firman itu adalah suatu allah.” The New Testament in an Improved Version, Upon the Basis of Archbishop Newcome’s New Translation With a Corrected Text.
1864: “dan suatu allah firman itu.” The Emphatic Diaglott terjemahan baris demi baris, oleh Benyamin Wilson.
1928: “dan Firman itu adalah “suatu pribadi ilahi.” La Bible du Centenaire, L’Evangile selon Jean, oleh Maurice Goguel.
1935: “dan Firman itu ilahi.” The Bible -An American Translation, oleh J. M. P. Smith dan E. J. Goodspeed.
1946: “dan Firman itu memiliki sifat ilahi.” Das Neue Testament, oleh Ludwig Thimme.
1950: “dan Firman itu adalah suatu allah.” New World Translation of the Christian Greek Scriptures.
1958: “dan Firman itu adalah suatu Allah.” The New Testament oleh James L. Tomanek.
1975: “dan suatu allah (atau, memiliki sifat ilahi) Firman itu.” Das Evangelium nach Johannes, oleh Siegfried Schulz.
1978: “dan bersifat ilahi Logos itu.” Das Evangelium nach Johannes, oleh Johannes Schneider.
Dalam Yohanes 1:1 kata benda Yunani the-os’ (allah) muncul dua kali. Yang pertama memaksudkan Allah Yang Mahakuasa, dengan siapa Firman itu ada bersama-sama (“Firman itu [lo’gos] bersama-sama dengan Allah [bentuk dari the-os’”). The-os’ yang pertama didahului oleh kata ton (bahasa Inggris, the), suatu bentuk kata sandang tertentu bahasa Yunani yang menunjuk kepada identitas yang pasti, dalam hal ini Allah Yang Mahakuasa (“Firman itu bersama-sama dengan Allah [bahasa Inggris, “(the) God”]”).
Sebaliknya, tidak ada kata sandang di depan kata the-os’ yang kedua dalam Yohanes 1:1. Jadi terjemahan yang aksara akan berbunyi, “Firman itu allah.” Namun kita telah melihat bahwa banyak terjemahan menyebutkan the-os’ (kata benda yang menjadi predikat) yang kedua ini sebagai “bersifat ilahi,” “seperti allah,” atau “suatu allah.” Dengan wewenang apa mereka melakukan ini?
Bahasa Yunani Koine (sehari-hari) mempunyai kata sandang tertentu (bahasa Inggris, the), namun tidak memiliki kata sandang tidak tentu (bahasa Inggris, a atau an, atau suatu). Jadi bila sebuah kata benda yang menjadi predikat tidak didahului oleh kata sandang tertentu, bisa jadi ini tidak tentu, bergantung pada ikatan kalimatnya.
Journal of Biblical Literature berkata bahwa istilah-istilah “yang mempunyai predikat [tanpa kata sandang] yang mendahului kata kerja, terutama mengandunq arti kualitatif [menunjukkan sifat sesuatu].” Seperti dikatakan Journal, ini menunjukkan bahwa lo’gos bisa disamakan dengan suatu allah. Juga dikatakan tentang Yohanes 1:1: “Kekuatan kualitatif dari predikatnya begitu menonjol sehingga kata bendanya [the-os’l tidak dapat dianggap tertentu.”
Jadi Yohanes 1:1 menonjolkan sifat dari Firman, bahwa ia “ilahi,” “seperti allah,” “suatu allah,” namun bukan Allah Yang Mahakuasa. Ini selaras dengan ayat-ayat lain dalam Alkitab, yang menunjukkan bahwa Yesus, yang di sini disebut “Firman” dalam peranannya sebagai Juru Bicara Allah, adalah suatu pribadi lebih rendah yang taat, diutus ke bumi oleh Atasan-Nya, Allah Yang Mahakuasa.
Ada banyak ayat-ayat Alkitab lain yang oleh hampir semua penerjemah secara konsisten disisipi kata sandang “suatu” (bahasa Inggris, a) pada waktu mereka menerjemahkan kalimat-kalimat Yunani yang mempunyai susunan yang sama ke dalam bahasa-bahasa lain. Sebagai contoh, dalam Markus 6:
49, ketika murid-murid melihat Yesus berjalan di atas air, King James Version menyatakan: “Mereka mengira bahwa ini adalah suatu roh.” Dalam bahasa Yunani Koine, tidak ada kata “suatu” di depan “roh.” Namun hampir semua terjemahan dalam bahasa lain menambahkan kata “suatu” agar cocok dengan ikatan kalimatnya. Dengan cara yang sama, karena Yohanes 1:1 memperlihatkan bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah, ia tidak mungkin adalah Allah melainkan “suatu allah,” atau “ilahi.”
Joseph Henry Thayer, seorang teolog dan sarjana yang ikut mengerjakan American Standard Version, menyatakan dengan sederhana: “Logos itu ilahi, bukan Pribadi ilahi tertinggi itu sendiri.” Dan imam Yesuit John L. McKenzie menulis dalam karyanya Dictionary of the Bible: “Yoh 1:1 harus dengan saksama diterjemahkan ... ‘firman itu suatu pribadi ilahi.’”

 
Melanggar Aturan?

TETAPI, ada yang mengatakan bahwa terjemahan-terjemahan seperti itu melanggar suatu aturan dalam tata bahasa Yunani Koine yang diterbitkan oleh sarjana bahasa Yunani E. C. Colwell pada tahun 1933. Ia menegaskan bahwa dalam bahasa Yunani sebuah kata benda yang menjadi predikat “mempunyai kata sandang [tertentu] bila kata itu sesudah kata kerja;
[tetapi] tidak mempunyai kata sandang [tertentu] bila mendahului kata kerjanya.” Dengan ini ia maksudkan bahwa sebuah kata benda yang menjadi predikat yang mendahului kata kerjanya harus dimengerti seolah-olah mempunyai kata sandang tertentu (bahasa Inggris, “the”) di depannya. Dalam Yohanes 1: 1 kata benda kedua (the-os’), predikatnya, sebelum kata kerjanya -“dan [the-os’] adalah Firman itu.” Jadi, kata Colwell, Yohanes 1:1 harus dibaca “dan Allah [bahasa Inggris, “(the) God”] adalah Firman itu.”
Namun pertimbangkan dua contoh yang terdapat dalam Yohanes 8:44. Di sana Yesus berkata tentang si Iblis: “Ia adalah pembunuh manusia” dan “ia adalah pendusta.” Sama seperti dalam Yohanes 1: 1, kata-kata benda yang menjadi predikat (“pembunuh manusia” dan “pendusta”) dalam bahasa Yunani mendahului kata kerja (“adalah”). Tidak ada kata sandang tidak tentu di depan masing-masing kata benda karena dalam bahasa Yunani Koine tidak ada kata sandang tidak tentu. Namun kebanyakan terjemahan menyisipkan kata “adalah” atau “adalah seorang” (bahasa Inggris, a) karena tata bahasa Yunani dan ikatan kalimatnya menuntut itu. -Lihat juga Markus 11:32; Yohanes 4:19; 6:70; 9:17; 10:1; 12:6.
Colwell harus mengakui ini sehubungan dengan kata benda yang menjadi predikatnya, karena ia berkata: “[Kata sandangnya] tidak tertentu [”suatu” atau “seorang”] dalam hal ini, hanya bila ikatan kalimatnya menuntut hal tersebut.” Jadi ia pun mengakui bahwa bila ikatan kalimat menuntut hal itu, para penerjemah dapat menyisipkan kata sandang tidak tentu di depan kata benda dalam susunan kalimat sejenis ini.
Apakah ikatan kalimatnya menuntut kata sandang tidak tentu dalam Yohanes 1: 1 ? Ya, karena bukti dari seluruh Alkitab menunjukkan bahwa Yesus bukan Allah Yang Mahakuasa. Jadi, yang harus membimbing penerjemah dalam hal-hal seperti itu bukan peraturan tata bahasa dari Colwell yang meragukan, tetapi ikatan kalimatnya. Dan jelas dari banyak terjemahan-terjemahan yang menyisipkan kata sandang tidak tentu “suatu” dalam Yohanes 1:1 dan di ayat-ayat lain, bahwa banyak sarjana tidak menyetujui peraturan yang dibuat-buat seperti di atas, demikian juga Firman Allah.

 
Tidak Bertentangan

APAKAH mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah “suatu allah” bertentangan dengan ajaran Alkitab bahwa hanya ada satu Allah? Tidak, karena kadang-kadang Alkitab menggunakan istilah itu untuk memaksudkan pribadi yang berkuasa. Mazmur 8:6 (Klinkert) berbunyi: “Engkau telah menjadikan dia [manusia] kurang sedikit dari pada segala malaekat [bahasa Ibrani, ‘elohim’, NW, pribadi-pribadi seperti Allah”].” Dalam pembelaan Yesus terhadap tuduhan orang Yahudi, bahwa ia mengaku sebagai Allah, ia mengatakan bahwa “Taurat menggunakan kata allah-allah untuk mereka kepada siapa firman Allah ditujukan,” yaitu yang dimaksudkan hakim-hakim manusiawi. (Yohanes 10: 34, 35, Jerusalem Bible; Mazmur 8Z:1-6) Bahkan Setan disebut “ilah zaman ini” dalam 2 Korintus 4:4.
Yesus mempunyai kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada para malaikat, manusia yang tidak sempurna, atau Setan.
Karena pribadi-pribadi itu disebutkan sebagai “allah-allah,” pribadi-pribadi yang berkuasa, tentu Yesus pun dapat dianggap “suatu allah” dan memang demikian. Karena kedudukannya yang unik dalam hubungannya dengan Yehuwa, Yesus adalah “Allah Yang Perkasa [”Berkuasa,” NW].” -Yohanes 1: 1; Yesaya 9: 5.
Namun bukankah “Allah Yang Berkuasa” dengan huruf-huruf besar menunjukkan bahwa Yesus dalam hal tertentu setara dengan Allah Yehuwa? Sama sekali tidak. Yesaya hanya menubuatkan ini sebagai salah satu dari empat nama yang akan diberikan kepada Yesus, dan dalam bahasa Indonesia nama-nama tersebut ditulis dengan huruf besar. Tetapi, sekalipun Yesus disebut “Berkuasa,” hanya ada satu pribadi yang “Mahakuasa.” Menyebut Allah Yehuwa “Mahakuasa” tidak akan mempunyai arti jika tidak ada pribadi-pribadi lain yang juga disebut allah-allah namun menduduki jabatan lebih rendah.
Bulletin of the John Rylands Library di Inggris menyatakan bahwa menurut teolog Katolik Karl Rahner, meskipun the-os’ digunakan dalam ayat-ayat seperti Yohanes 1: 1 untuk menyebutkan Kristus, “dalam ayat-ayat tersebut the-os’ tidak pernah digunakan sedemikian rupa sehingga menyatakan Yesus sama dengan Dia yang di tempat lain dalam Perjanjian Baru disebut sebagai ‘ho Theos,’ yaitu, Allah Yang Paling tinggi.” Dan Bulletin menambahkan: ‘Jika para penulis Perjanjian Baru menganggap sangat penting agar orang-orang yang setia mengakui Yesus sebagai ‘Allah,’ mengapa pengakuan semacam ini tidak ada sama sekali dalam Perjanjian Baru?’

Tetapi bagaimana dengan kata-kata rasul Tomas, “Ya Tuhanku dan Allahku!” kepada Yesus dalam Yohanes 20:28? Bagi Tomas, Yesus adalah seperti “allah,” terutama dalam mukjizat yang ia lihat yang mendorongnya untuk mengeluarkan seruan itu. Beberapa sarjana mengatakan bahwa Tomas mungkin hanya mengucapkan seruan keheranan yang emosional, yang diucapkan kepada Yesus namun ditujukan kepada Allah. Dalam hal apapun, Tomas tidak berpikir bahwa Yesus adalah Allah Yang Mahakuasa, karena ia dan semua rasul lain tahu bahwa Yesus tidak pernah mengaku dirinya sebagai Allah melainkan mengajar bahwa Yehuwa saja “satu-satunya Allah yang benar.”
Yohanes 17:3.
Sekali lagi, ikatan kalimatnya membantu kita memahami hal ini. Beberapa hari sebelumnya Yesus yang telah dibangkitkan menyuruh Maria Magdalena memberi tahu murid-murid: “Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.” (Yohanes 20:17) Meskipun Yesus sudah dibangkitkan sebagai roh yang berkuasa, Yehuwa masih tetap Allahnya. Dan Yesus terus menyebut Dia demikian bahkan dalam buku terakhir dari Alkitab, setelah ia dimuliakan. -Wahyu 1: 5,6: 3:2,12.
Tepat tiga ayat setelah seruan Tomas, dalam Yohanes 20:31, Alkitab menjelaskan masalahnya lebih lanjut dengan menyatakan “Semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah,” bukan bahwa ia adalah Allah Yang Mahakuasa. Dan ini berarti “Anak” secara aksara, sebagaimana seorang ayah aksara dan seorang anak, bukan sebagai suatu bagian yang misterius dari Keilahian Tritunggal.

 
Harus Selaras Dengan Alkitab

ORANG-ORANG mengatakan bahwa beberapa ayat lain mendukung Tritunggal. Namun sama dengan yang telah dibahas di atas, bila diperiksa dengan saksama. ayat-ayat itu tidak benar-benar mendukungnya. Ayat-ayat tersebut hanya menggambarkan bahwa dalam mempertimbangkan pernyataan yang dikatakan mendukung Tritunggal, seseorang harus bertanya:
Apakah penjelasannya selaras dengan ajaran yang konsisten dari seluruh Alkitab -bahwa hanya Allah Yehuwa yang Paling Tinggi? Jika tidak, maka penjelasannya pasti salah.
Kita juga perlu ingat bahwa tidak ada satu “ayat bukti” pun yang mengatakan bahwa Allah, Yesus, dan roh kudus adalah satu dalam suatu Keilahian yang misterius. Tidak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang mengatakan bahwa ketiga-tiganya sama dalam zat, kuasa, dan kekekalan. Alkitab konsisten dalam menyingkapkan bahwa Allah Yang Mahakuasa, Yehuwa, adalah satu-satunya Pribadi Yang Paling Tinggi, Yesus adalah Anak-Nya yang diciptakan, dan roh kudus adalah tenaga aktif Allah.
- DIUBAH KE FORMAT HTML OLEH: nono - 2005 -

MENURUT doktrin Tritunggal, roh kudus adalah pribadi ketiga dari Keilahian, setara dengan sang Bapa dan sang Anak. Seperti dikatakan buku Our Orthodox Christian Faith: “Roh Kudus adalah Allah sepenuhnya.”
Dalam Kitab-Kitab Ibrani, kata yang paling sering digunakan untuk “roh” ialah ru’ach, yang berarti “nafas; angin; roh.” Dalam Kitab-Kitab Yunani, kata tersebut ialah pneu’ma, yang mempunyai arti sama. Apakah kata-kata ini menunjukkan bahwa roh kudus adalah bagian dari suatu Tritunggal?

 
Tenaga Aktif

“ROH kudus” yang digunakan dalam Alkitab n menyatakan bahwa ini adalah suatu kekuatan atau tenaga yang dikendalikan yang digunakan oleh Allah Yehuwa untuk melaksanakan berbagai maksud-tujuan-Nya. Sampai taraf tertentu, ini dapat disamakan dengan listrik, tenaga yang dapat digunakan untuk melakukan beragam fungsi.
Dalam Kejadian 1:2 Alkitab berkata bahwa “Roh [bahasa Ibrani, ru’ach] Allah melayang-layang di atas permukaan air.” Di sini, Roh Allah adalah tenaga aktif-Nya yang bekerja untuk membentuk bumi.
Allah menggunakan roh-Nya untuk memberikan penerangan kepada mereka yang melayani Dia. Daud berdoa: “Ajarlah aku melakukan kehendakMu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh[ru’ach]Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!” (Mazmur 143:10) Ketika 70 pria yang cakap ditunjuk untuk membantu Musa, Allah berkata kepadanya: “Sebagian dari Roh [ru’ach] yang hinggap padamu itu akan Kuambil dan Kutaruh atas mereka.” -Bilangan 11:17.
Nubuat Alkitab dicatat ketika orang-orang dari Allah ‘didorong oleh Roh [bahasa Yunani, dari pneu’ma] Kudus.” (2 Petrus 1:20, 21) Dengan cara ini Alkitab “diilhamkan Allah.”
Kata Yunani untuk itu ialah The-o’pneu-stos, yang berarti “dinafaskan oleh Allah.” (2 Timotius 3:16) Dan roh kudus membimbing orang-orang tertentu untuk mendapat penglihatan-penglihatan atau mimpi-mimpi nubuat. -2 Samuel 23:2; Yoel 2:28, 29; Lukas 1:67; Kisah 1:16; 2:32, 33
Roh kudus mendorong Yesus untuk pergi ke padang gurun setelah ia dibaptis. (Markus 1:12) Roh itu seperti api dalam diri hamba-hamba Allah, yang menyebabkan mereka mendapatkan kekuatan dari tenaga itu. Dan ini memungkinkan mereka untuk berbicara dengan berani dan tabah. -Mikha 3:8; Kisah 7:55-60; 18:25; Roma 12:11; 1 Tesalonika 5:19.
Melalui roh-Nya, Allah melaksanakan vonisNya atas manusia dan bangsa-bangsa. (Yesaya 30: 27, 28; 59:18, 19) Dan roh Allah dapat sampai ke mana-mana, bertindak demi orang-orang atau melawan mereka. -Mazmur 139:7-12.

 
Kekuatan yang Melimpah-limpah

ROH Allah dapat juga memberikan “kekuatan yang melimpah-limpah [”melebihi yang normal,” NW]” kepada mereka yang melayani Dia. (2 Korintus 4:7) Ini memungkinkan mereka untuk bertekun dalam ujian iman atau melakukan hal-hal yang sewajarnya tidak dapat mereka lakukan.
Sebagai contoh, mengenai Simson, Hakim 14:6 menceritakan:
“Pada waktu itu berkuasalah Roh TUHAN [Yahweh, JB] atas dia, sehingga singa itu dicabiknya ... tanpa apa-apa di tangannya.” Apakah suatu pribadi ilahi benar-benar memasuki atau berkuasa atas Simson, menggunakan tubuhnya untuk melakukan apa yang ia lakukan? Tidak, ini benar-benar “kuasa TUHAN [yang] membuat Simson kuat.” -Today ‘s English Version (TEV).
Alkitab berkata bahwa ketika Yesus dibaptis, roh kudus turun ke atasnya dalam bentuk seekor burung merpati, tidak dalam bentuk manusia. (Markus 1:10) Tenaga aktif dari Allah ini memungkinkan Yesus untuk menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Seperti dikatakan dalam Lukas 5:17: “Kuasa Tuhan [Allah] menyertai Dia [Yesus], sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit.”
Roh Allah juga memberi kuasa kepada murid-murid Yesus untuk melakukan hal-hal yang bersifat mukjizat. Kisah 2:1-4 menceritakan bahwa murid-murid itu sedang berkumpul bersama pada hari Pentakosta ketika ‘tiba-tiba turun dari langit bunyi seperti tiupan angin keras. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.’
Jadi roh kudus memberi Yesus dan hamba-hamba Allah yang lain kuasa untuk melakukan apa yang biasanya tidak dapat dilakukan oleh manusia.


 
Bukan suatu Pribadi

TETAPI, bukankah ada ayat-ayat Alkitab yang menyebut roh kudus dengan istilah-istilah yang menyatakan ia seolah-olah suatu pribadi? Memang, namun perhatikan apa yang dikatakan teolog Edmund Fortman mengenai hal ini dalam The Triune God:
“Walaupun roh ini sering dipersonifikasikan, tampak jelas sekali bahwa para penulis kitab-kitab suci [dari Kitab-Kitab Ibrani] tidak pernah menganggap atau menyatakan bahwa roh ini adalah suatu pribadi tersendiri.”
Dalam Alkitab, bukan suatu hal yang tidak lazim jika sesuatu dipersonifikasikan. Hikmat dikatakan mempunyai anak-anak. (Lukas 7:35, Bode) Dosa dan kematian dikatakan berkuasa. (Roma 5 :14, 2 1) Dalam Kejadian 4:7 The New English Bible (NE) berkata: “Dosa adalah hantu yang mendekam di pintu,” dosa dipersonifikasikan sebagai suatu roh jahat yang mendekam di pintu Kain. Tetapi, tentu dosa bukan suatu pribadi roh; demikian pula mempersonifikasikan roh kudus tidak membuatnya menjadi suatu pribadi roh.
Demikian pula, dalam 1 Yohanes 5:6-8 bukan hanya roh tetapi juga “air dan darah” dikatakan memberi “kesaksian.” Namun air dan darah jelas bukan pribadi-pribadi, demikian pula roh kudus bukan suatu pribadi.
Selaras dengan ini ialah penggunaan umum dari kata “roh kudus” dalam Alkitab dengan cara yang tidak menunjukkannya sebagai suatu pribadi, seperti pada waktu menyejajarkannya dengan air dan api. (Matius 3:11; Markus 1:8) Orang-orang dianjurkan agar menjadi penuh dengan roh kudus dan bukan dengan anggur. (Efesus 5:18) Mereka dikatakan dipenuhi dengan roh kudus dengan cara yang sama seperti mereka dipenuhi dengan sifat-sifat seperti hikmat, iman, dan sukacita. (Kisah 6:3; 11: 24; 13:52) Dan dalam 2 Korintus 6:6 roh kudus dimasukkan di antara sejumlah sifat. Pernyataan-pernyataan seperti itu tidak akan digunakan jika roh kudus benar-benar suatu pribadi.
Kemudian, walaupun beberapa ayat Alkitab mengatakan bahwa roh itu berbicara, ayat-ayat lain menunjukkan bahwa ini sebenarnya dilakukan melalui manusia atau malaikat. (Matius 10:19, 20; Kisah 4:24, 25; 28:25; Ibrani 2:2) Tindakan roh dalam peristiwa-peristiwa tersebut adalah seperti gelombang radio yang mengirimkan berita dari satu orang kepada orang lain di tempat yang jauh.
Dalam Matius 28:19 disebutkan “nama ... Roh Kudus.” Namun kata “nama” tidak selalu berarti nama pribadi, dalam bahasa Yunani maupun bahasa Indonesia. Bila kita mengatakan “atas nama hukum” kita tidak menunjuk seseorang. Kita memaksudkan apa yang diwakili oleh hukum itu, yaitu wewenangnya. Word Pictures in the New Testament karya Robertson mengatakan:
“Penggunaan nama (onoma) di sini umum dilakukan dalam Septuaginta dan papirus lain untuk kuasa atau wewenang.” Jadi pembaptisan ‘dalam nama Roh Kudus’ menyatakan seseorang mengakui wewenang roh itu, bahwa ini berasal dari Allah dan berfungsi melalui kehendak ilahi.

 
Penolong

YESUS menyebut roh kudus sebagai “seorang Penolong,” dan ia berkata bahwa roh ini akan mengajar, membimbing, dan berbicara. (Yohanes 14:16, 26; 16:13) Kata Yunani yang ia gunakan untuk penolong (para’kletos) adalah kata yang berjenis laki-laki atau maskulin. Jadi ketika Yesus menyatakan apa yang akan dilakukan penolong itu, ia menggunakan kata ganti nama pribadi laki-laki. (Yohanes 16:7, 8) Sebaliknya, bila kata Yunani yang berjenis netral untuk roh (pneu’ma) digunakan, kata ganti yang netral “it” dalam bahasa Inggris itulah yang digunakan.

Kebanyakan penerjemah yang menganut Tritunggal menyembunyikan fakta ini, seperti diakui oleh New American Bible Katolik berkenaan Yohanes 14:17: “Kata Yunani untuk ‘Roh’ ialah berjenis netral, dan walaupun kita menggunakan kata ganti nama pribadi dalam bahasa Inggris (‘he,’ ‘his,’ ‘him’), kebanyakan MSS [manuskrip] Yunani menggunakan kata [bahasa Inggris] ‘it.’”
Jadi bila Alkitab menggunakan kata ganti nama pribadi berjenis laki-laki sehubungan dengan para’kletos dalam Yohanes 16:7, 8, hal ini sesuai dengan peraturan tata bahasa, bukan menyatakan suatu doktrin.

 
Bukan Bagian dari suatu Tritunggal

BERBAGAI sumber mengakui bahwa Alkitab tidak mendukung gagasan bahwa roh kudus adalah pribadi ketiga dari suatu Tritunggal. Sebagai contoh:
The Catholic Encyclopedia: “Kita tidak menemukan satu ayat pun dalam Perjanjian Lama yang dengan jelas menunjukkan adanya suatu Pribadi Ketiga.”
Teolog Katolik Fortman: “Orang-orang Yahudi tidak pernah menganggap roh itu sebagai suatu pribadi; juga tidak ada bukti yang kuat bahwa ada penulis Perjanjian Lama yang menganut pandangan ini ... Roh Kudus biasanya dinyatakan dalam Sinoptiks [Injil-Injil] dan dalam buku Kisah sebagai suatu kekuatan atau kuasa ilahi.”
New Catholic Encyclopedia: “P[erjanjian] L[ama] dengan jelas tidak menggambarkan roh Allah sebagai suatu pribadi. Roh Allah hanyalah kuasa dari Allah. Jika ini kadang-kadang dinyatakan sebagai sesuatu yang berbeda dari Allah, ini adalah karena nafas Yahweh bertindak di luar diri-Nya.” Buku itu juga mengatakan: “Mayoritas naskah-naskah P[erjanjian] B[aru] menyatakan roh Allah sebagai sesuatu, bukan seseorang; ini terutama terlihat dalam kesejajaran antara roh dan kuasa Allah.” -Cetak miring red.
A Catholic Dictionary: “Secara keseluruhan, Perjanjian Baru, seperti [Perjanjian] Lama, berbicara tentang roh itu sebagai suatu energi atau kuasa ilahi.”
Jadi, orang-orang Yahudi maupun orang-orang Kristen yang mula-mula tidak memandang roh kudus sebagai bagian dari suatu Tritunggal. Ajaran itu muncul berabad-abad kemudian. Seperti dikatakan A Catholic Dictionary: “Pribadi ketiga itu diteguhkan pada Konsili Aleksandria pada tahun 362 ... dan akhirnya oleh Konsili Konstantinopel pada tahun 381”-kira-kira tiga setengah abad setelah roh kudus memenuhi murid-murid pada hari Pentakosta!
Tidak, roh kudus bukan suatu pribadi dan bukan bagian dari suatu Tritunggal. Roh kudus adalah tenaga aktif Allah yang Ia gunakan untuk melaksanakan kehendak-Nya. Roh kudus tidak setara dengan Allah tetapi selalu dipakai oleh-Nya dan lebih rendah daripada Dia.

YESUS tidak pernah mengaku sebagai Allah. Segala sesuatu yang ia katakan tentang dirinya menunjukkan bahwa ia tidak menganggap dirinya sama dengan Allah dalam hal apapun -tidak dalam hal kuasa, tidak dalam pengetahuan, tidak dalam umur.
Dalam setiap periode keberadaannya, tidak soal di surga atau di atas bumi, ucapan-ucapan dan tingkah lakunya mencerminkan kedudukan yang lebih rendah daripada Allah. Allah selalu yang lebih unggul, Yesus adalah pribadi yang lebih rendah yang diciptakan oleh Allah

 
Yesus Dibedakan Dari Allah

BERULANG kali, Yesus menunjukkan bahwa ia adalah makhluk yang terpisah dari Allah dan bahwa ia, Yesus, mempunyai Allah di atas dirinya, Allah yang ia sembah, Allah yang ia sebut “Bapa.” Dalam doa kepada Allah, yaitu sang Bapa, Yesus berkata, “Engkau, satu-satunya Allah yang benar.” (Yohanes 17:3) Dalam Yohanes 20:17 ia berkata kepada Maria Magdalena:
“Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.” Dalam 2 Korintus 1:3 rasul Paulus meneguhkan hubungan ini: “Terpujilah Allah, Bapa [dari] Tuhan kita Yesus Kristus.” Karena Yesus mempunyai Allah, Bapanya, ia tidak mungkin pada waktu yang sama juga adalah Allah itu.
Rasul Paulus tidak mempunyai keraguan untuk menyebut Yesus dan Allah sebagai pribadi-pribadi yang terpisah dan berbeda:
“Bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa,... dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus.” (1 Korintus 8:6) Rasul itu menunjukkan perbedaannya ketika ia menyebutkan “di hadapan Allah dan Kristus Yesus dan malaikat malaikat pilihanNya.” (1 Timotius 5:21) Jadi sama seperti Paulus menyebut Yesus dan para malaikat sebagai pribadi-pribadi yang berbeda satu sama lain di surga, demikian pula Yesus berbeda dengan Allah.
Kata-kata Yesus dalam Yohanes 8:17, 18 juga penting. Ia berkata: “Dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah; Akulah yang bersaksi tentang diriKu sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku.” Di sini Yesus menunjukkan bahwa ia dan sang Bapa, yaitu Allah Yang Mahakuasa, harus dua kesatuan yang berbeda, jika tidak bagaimana mungkin benar-benar ada dua saksi?
Yesus selanjutnya menunjukkan bahwa ia adalah pribadi yang terpisah dari Allah dengan mengatakan: “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.” (Markus 10:18) Jadi Yesus mengatakan bahwa tidak ada pribadi lain manapun yang sebaik Allah, bahkan Yesus sendiri tidak. Allah adalah baik dengan cara yang membuat Ia terpisah dari Yesus.

 
Hamba Allah yang Menundukkan Diri

BERULANG kali, Yesus memberikan pernyataan-pernyataan seperti: “Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya.” (Yohanes 5:19) “Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendakKu, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.” (Yohanes 6:38) “AjaranKu tidak berasal dari diriKu sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku.” (Yohanes 7:16) Bukankah yang mengutus lebih unggul dari yang diutus?
Hubungan ini nyata dalam perumpamaan Yesus tentang kebun anggur. Ia menyamakan Allah, Bapanya, dengan pemilik kebun anggur, yang pergi ke luar negeri dan meninggalkan kebun itu dalam tangan para penggarap, yang melambangkan imam-imam Yahudi. Ketika sang pemilik kemudian mengutus seorang hamba untuk mendapatkan hasil dari kebun anggur itu, para penggarap memukul hamba tersebut dan mengusirnya dengan tangan kosong. Kemudian sang pemilik mengutus hamba yang kedua, dan kemudian yang ketiga, yang kedua-duanya mendapat perlakuan sama. Akhirnya, pemilik kebun itu berkata: “Aku akan menyuruh anakku [Yesus] yang kekasih, tentu ia mereka segani.” Namun para penggarap yang korup itu berkata: “Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisan ini menjadi milik kita. Lalu mereka melemparkan dia ke luar kebun anggur itu dan membunuhnya.” (Lukas 20:9-16) Jadi Yesus menggambarkan kedudukannya sendiri sebagai pribadi yang diutus oleh Allah untuk melakukan kehendak Allah, sama seperti seorang ayah mengutus seorang anak yang tunduk.
Para pengikut Yesus selalu memandangnya sebagai hamba Allah yang menundukkan diri, bukan sebagai pribadi yang sama dengan Allah. Mereka berdoa kepada Allah mengenai “Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi,... tanda-tanda dan mujizat-mujizat [dilakukan] oleh nama Yesus, HambaMu yang kudus.”-Kisah 4:23, 27, 30.

 
Allah Lebih Unggul Sepanjang Zaman.

PADA awal mula pelayanan Yesus, ketika ia ke luar dari air pembaptisan, suara Allah dari surga berkata: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.” (Matius 3:16, 17) Apakah Allah berkata bahwa Ia adalah Anak-Nya sendiri, bahwa Ia berkenan kepada diri-Nya sendiri, bahwa Ia mengutus diri-Nya sendiri? Tidak, Allah sang Pencipta mengatakan bahwa Ia, sebagai yang lebih unggul, berkenan kepada pribadi yang lebih rendah, Anak-Nya, Yesus, untuk melakukan pekerjaan yang ada di hadapan.
Yesus menyatakan keunggulan Bapanya ketika ia berkata: “Roh Tuhan [Yehuwa, NW] ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin.” (Lukas 4:18) Pengurapan adalah pemberian wewenang atau tugas oleh orang yang lebih tinggi kepada seseorang yang masih belum mempunyai wewenang. Di sini, Allah adalah jelas yang lebih unggul, karena Ia mengurapi Yesus, memberinya wewenang yang tidak ia miliki sebelumnya.
Yesus membuat jelas keunggulan Bapanya ketika ibu dari dua murid memohon agar putra-putranya masing-masing duduk di sebelah kanan dan di sebelah kiri Yesus bila ia memerintah dalam Kerajaannya. Yesus menjawab: “Hal duduk di sebelah kananKu atau di sebelah kiriKu, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa BapaKu [yaitu Allah] telah menyediakannya.” (Matius 20:23) Jika Yesus adalah Allah Yang Mahakuasa, ia berhak memberikan kedudukan tersebut. Namun Yesus tidak dapat melakukan itu, karena ini adalah hak Allah, dan Yesus bukan Allah.
Doa Yesus sendiri merupakan contoh yang ampuh dari kedudukannya yang lebih rendah. Ketika Yesus akan mati, ia memperlihatkan siapa pribadi yang lebih unggul daripada dia dengan berdoa: “Ya BapaKu, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari padaKu; tetapi bukanlah kehendakKu, melainkan kehendakMulah yang terjadi.” (Lukas 22:42) Kepada siapakah ia berdoa? Kepada sebagian dari dirinya sendiri? Tidak, ia berdoa kepada pribadi yang sama sekali terpisah darinya, Bapanya, Allah, yang kehendak-Nya lebih unggul dan bisa saja berbeda dari kehendaknya sendiri, satu-satunya Pribadi yang dapat ‘mengambil cawan ini.’
Kemudian, ketika mendekati kematian, Yesus berseru:
“Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Markus 15: 34) Kepada siapakah Yesus berseru? Kepada dirinya sendiri atau bagian dari dirinya? Pasti seruan itu, “Allahku,” tidak berasal dari seseorang yang menganggap dirinya sendiri Allah. Dan jika Yesus adalah Allah, maka oleh siapa ia ditinggalkan? Dirinya sendiri? Hal itu tidak masuk akal. Yesus juga berkata: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu” (Lukas 23:46) Jika Yesus adalah Allah, mengapa ia harus menyerahkan nyawanya kepada sang Bapa?
Setelah Yesus mati, ia berada dalam kuburan selama sebagian dari tiga hari. Jika ia adalah Allah, maka Habakuk 1:12 (NW)
keliru ketika berkata: “Allahku, Yang Mahakudus, Engkau tidak mati.” Namun Alkitab berkata bahwa Yesus mati dan tidak sadar dalam kuburan. Dan siapakah yang membangkitkan Yesus dari antara orang mati? Dan jika ia benar-benar mati, ia tidak mungkin membangkitkan dirinya sendiri. Sebaliknya jika ia tidak benar-benar mati, kematiannya yang pura-pura tidak akan membayar harga tebusan untuk dosa Adam. Tetapi ia benar-benar membayar harga itu sepenuhnya melalui kematiannya yang sungguh-sungguh. Jadi “Allah [yang] membangkitkan [Yesus] dengan melepaskan Dia dari sengsara maut.” (Kisah 2:24) Yang lebih unggul, Allah Yang Mahakuasa, membangkitkan yang kurang unggul, hamba-Nya Yesus, dari kematian.

Apakah kesanggupan Yesus untuk melakukan mukjizat-mukjizat, seperti membangkitkan orang, menunjukkan bahwa ia adalah Allah? Nah, rasul-rasul dan nabi Elia serta nabi Elisa juga mempunyai kuasa itu, namun hal itu tidak membuat mereka lebih tinggi daripada manusia. Allah memberikan kuasa untuk melakukan mukjizat-mukjizat kepada nabi-nabi, Yesus, dan rasul-rasul untuk menunjukkan bahwa Ia mendukung mereka. Namun hal itu tidak membuat mereka semua bagian dari Keilahian yang jamak.

 
Pengetahuan Yesus Terbatas

KETIKA Yesus memberikan nubuatnya mengenai akhir sistem ini, ia berkata: “Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja.” (Markus 13:32) Jika Yesus adalah Anak yang setara, bagian dari Keilahian, ia pasti mengetahui apa yang diketahui sang Bapa. Namun Yesus tidak tahu, karena ia tidak setara dengan Allah.
Demikian pula, kita membaca dalam Ibrani 5:8 bahwa Yesus “belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya.” Dapatkah kita membayangkan bahwa Allah harus belajar sesuatu? Tidak, tetapi Yesus memang demikian, karena ia tidak mengetahui segala sesuatu yang Allah ketahui. Dan ia harus belajar sesuatu yang Allah tidak akan pernah perlu pelajari -ketaatan. Allah tidak pernah harus menaati siapapun.
Perbedaan antara apa yang Allah ketahui dan apa yang Kristus ketahui juga nyata ketika Yesus dibangkitkan ke surga untuk tinggal bersama Allah. Perhatikan kata-kata pertama dari buku Alkitab yang terakhir: “Wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepadaNya.” (Wahyu 1:1) Jika Yesus sendiri adalah bagian dari Keilahian, apakah ia perlu diberi Wahyu oleh bagian lain dari Keilahian itu -Allah? Pasti ia sudah mengetahui semuanya, karena Allah mengetahuinya. Namun Yesus tidak tahu, karena ia bukan Allah.

 
Yesus Tetap Lebih Rendah Kedudukannya

DALAM kehidupannya sebelum menjadi manusia, dan juga ketika ia berada di atas bumi, Yesus lebih rendah dari Allah. Setelah dibangkitkan, ia tetap berada dalam kedudukan yang lebih rendah, nomor dua.
Ketika berbicara tentang kebangkitan Yesus, Petrus dan orang-orang yang besertanya mengatakan kepada Sanhedrin Yahudi: “Dialah [Yesus] yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan [”ke,” NW] tangan kananNya.” (Kisah 5:31) Paulus berkata: “Allah sangat meninggikan Dia.” (Filipi 2:9) Jika Yesus adalah Allah, bagaimana mungkin Yesus ditinggikan, yaitu dinaikkan kepada kedudukan yang lebih tinggi yang sudah ia miliki sebelumnya? Ia tentu sudah merupakan bagian dari Tritunggal dengan kedudukan yang tinggi. Jika, sebelum ditinggikan, Yesus setara dengan Allah, meninggikan dia lebih tinggi lagi akan membuatnya lebih unggul daripada Allah.
Paulus juga berkata bahwa Kristus masuk “ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita.” (Ibrani 9:24) Jika anda muncul di hadapan hadirat seseorang, bagaimana mungkin anda adalah orang itu juga? Tidak mungkin. Anda harus berbeda dan terpisah.
Demikian pula, tepat sebelum dilempari batu sampai mati, sang martir Stefanus “menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.” (Kisah 7:55) Maka jelas, ia melihat dua pribadi yang terpisah -namun tidak melihat roh kudus, tidak melihat Keilahian Tritunggal.
Dalam kisah di Wahyu 4: 8 sampai 5: 7, Allah diperlihatkan duduk di atas takhta surgawi-Nya, tetapi Yesus tidak. Ia harus menghampiri Allah untuk mengambil gulungan dari tangan kanan Allah. Ini menunjukkan bahwa di surga Yesus bukan Allah tetapi terpisah dari Dia.
Sesuai dengan yang dikatakan di atas, Bulletin of the John Rylands Library di Manchester, Inggris, berkata: “Dalam kehidupannya di surga setelah dibangkitkan, Yesus digambarkan tetap memiliki kepribadian tersendiri sebagai individu dalam segala hal, yang berbeda dan terpisah dari pribadi Allah tepat seperti ketika ia hidup di atas bumi sebagai Yesus di bumi. Di samping Allah dan dibandingkan dengan Allah, ia memang muncul sebagai suatu pribadi surgawi lain lagi di tempat surgawi Allah, sama seperti para malaikat -walaupun sebagai Anak Allah, ia berada dalam tingkatan yang berbeda, dan mempunyai kedudukan jauh di atas mereka.” -Bandingkan Filipi 2 :11.
Bulletin juga berkata: “Namun, apa yang dikatakan mengenai kehidupan dan fungsi-fungsinya sebagai Kristus surgawi tidak berarti ataupun menyatakan bahwa dalam status ilahi ia berdiri setingkat dengan Allah sendiri dan adalah sepenuhnya Allah. Sebaliknya, dalam gambaran Perjanjian Baru mengenai pribadi surgawi dan pelayanannya kita melihat seorang tokoh yang terpisah dari Allah dan lebih rendah daripadaNya.”
Di masa depan yang kekal di surga, Yesus akan terus menjadi hamba Allah yang terpisah dan lebih rendah. Alkitab mengatakannya sebagai berikut: “Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia [Yesus di surga] menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa ... maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diriNya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawahNya, supaya Allah menjadi semua di dalam semua.”-1 Korintus 15:24, 28.

 
Yesus Tidak Pernah Mengaku Sebagai Allah

SIKAP Alkitab jelas. Allah Yang Mahakuasa, Yehuwa, bukan hanya suatu Pribadi yang terpisah dari Yesus tetapi sepanjang zaman Ia adalah Pribadi yang lebih unggul daripada Yesus. Yesus selalu dinyatakan sebagai hamba Allah yang rendah hati, terpisah dan lebih rendah. Itulah sebabnya Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa “Kepala dari Kristus ialah Allah” dalam arti yang sama bahwa “Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus.” (1 Korintus 11:3) Dan itulah sebabnya Yesus sendiri berkata: “Bapa lebih besar dari padaAku.”-Yohanes 14: 28.
Faktanya ialah, Yesus bukan Allah dan tidak pernah mengaku demikian. Hal ini diakui oleh semakin banyak sarjana. Seperti dikatakan Bulletin dari Rylands: “Faktanya harus dihadapi bahwa penelitian Perjanjian Baru selama kira-kira tiga puluh atau empat puluh tahun belakangan ini telah menuntun semakin banyak sarjana Perjanjian Baru yang ternama kepada kesimpulan bahwa Yesus ... jelas tidak pernah menganggap dirinya sendiri Allah.”
Bulletin itu juga mengatakan tentang orang-orang Kristen abad pertama: “Maka, ketika mereka menyebut [Yesus] dengan gelar-gelar penghormatan seperti Kristus, Anak manusia, Anak Allah dan Tuhan, ini adalah cara mengatakan bahwa ia adalah, bukan Allah, melainkan yang melakukan pekerjaan Allah.”
Jadi, bahkan ada sarjana-sarjana yang mengakui bahwa gagasan Yesus adalah Allah bertentangan dengan seluruh kesaksian Alkitab. Di sana, Allah selalu yang lebih unggul, dan Yesus adalah hamba yang lebih rendah.


JIKA orang membaca Alkitab dari depan sampai belakang tanpa memiliki gagasan sebelumnya mengenai Tritunggal, apakah mereka dengan sendirinya akan sampai pada konsep tersebut? Sama sekali tidak.
Apa yang dengan sangat jelas akan timbul dalam pikiran seorang pembaca yang netral ialah bahwa Allah saja Yang Mahatinggi, sang Pencipta, terpisah dan berbeda dari pribadi manapun, dan bahwa Yesus, bahkan dalam keberadaannya sebelum menjadi manusia, juga terpisah dan berbeda, suatu makhluk yang diciptakan, lebih rendah daripada Allah.

 
Allah Itu Satu, Bukan Tiga

AJARAN Alkitab bahwa Allah itu esa atau satu disebut monoteisme. Dan L. L. Paine, profesor sejarah gereja, menyatakan bahwa monoteisme dalam bentuknya yang paling murni tidak mengizinkan adanya Tritunggal: “Perjanjian Lama secara tegas adalah monoteistis. Allah adalah suatu pribadi tunggal. Gagasan bahwa suatu tritunggal dapat ditemukan di dalamnya... sama sekali tidak berdasar.”
Apakah ada perubahan dari monoteisme setelah Yesus datang ke bumi? Paine menjawab: “Mengenai hal ini tidak ada pemisah antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Tradisi monoteistis terus dilanjutkan. Yesus adalah seorang Yahudi, dilatih oleh orang-tua Yahudi dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Ajarannya sepenuhnya Yahudi: memang suatu injil baru, namun bukan suatu teologi baru... Dan ia menerima sebagai kepercayaannya sendiri ayat agung dari monoteisme Yahudi:
‘Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita adalah satu Allah’”
Kata-kata tersebut terdapat dalam Ulangan 6:4. New Jerusalem Bible (NJB) Katolik berbunyi: “Dengarlah, Israel: Yahweh Allah kita adalah esa, satu-satunya Yahweh.”[1] Dalam tata bahasa dari ayat itu. kata ìesaî tidak mengandung sifat jamak untuk menyatakan bahwa kata itu mempunyai arti yang lain, yaitu bukan satu pribadi.
Catatan kaki:
[1] Nama Allah dinyatakan “Yahweh” dalam beberapa terjemahan, “Jehovah” dalam terjemahan-terjemahan lain (dalam bahasa Inggris).

Rasul Kristen Paulus tidak menunjukkan adanya perubahan dalam sifat Allah, bahkan setelah Yesus datang ke bumi. Ia menulis: “Allah adalah satu.” -Galatia 3: 20, lihat juga 1 Korintus 8:4-6.
Ribuan kali dalam seluruh Alkitab, Allah disebutkan sebagai satu Pribadi. Bila Ia berfirman, ini adalah sebagai satu Pribadi yang tidak terbagi. Alkitab benar-benar sangat jelas dalam hal ini. Seperti Allah katakan: “Aku ini [Yehuwa], itulah namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain. “ (Yesaya 42 :8) “Akulah Yahweh Allahmu... Engkau tidak boleh memiliki allah-allah lain kecuali aku.” (Cetak miring red.)-Keluaran 20: 2, 3, JB.
Untuk apa semua penulis Alkitab yang diilhami Allah akan berbicara mengenai Allah sebagai satu Pribadi jika Ia sebenarnya adalah tiga Pribadi? Apa gunanya hal itu, selain dari menyesatkan orang? Tentu, jika Allah terdiri dari tiga Pribadi, la akan menyuruh para penulis Alkitab-Nya untuk membuat hal itu benar-benar jelas sehingga tidak mungkin ada keraguan mengenai hal itu. Sedikitnya para penulis Kitab-Kitab Yunani Kristen yang mempunyai hubungan pribadi dengan Anak Allah sendiri tentu akan berbuat demikian. Ternyata tidak.
Sebaliknya, apa yang dinyatakan dengan sangat jelas oleh para penulis Alkitab ialah bahwa Allah adalah satu Pribadi;
Pribadi yang unik, tidak terbagi-bagi yang tidak setara dengan siapapun juga: “Akulah [Yehuwa] dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. “ (Yesaya 45:5) “Engkau sajalah yang bernama [Yehuwa], Yang Mahatinggi atas seluruh bumi.”-Mazmur 83 :19.

 
Bukan Allah yang Jamak

YESUS menyebut Allah “satu-satunya Allah yang benar.” (Yohanes 17:3) Ia tidak pernah menyebut Allah sebagai ilahi yang terdiri dari pribadi-pribadi jamak. Itulah sebabnya dalam Alkitab tidak ada satu pribadi pun selain Yehuwa yang disebut Yang Mahakuasa. Jika tidak, arti kata “mahakuasa” tidak berlaku lagi. Yesus maupun roh kudus tidak pernah disebut demikian, karena hanya Yehuwa yang paling tinggi. Dalam Kejadian 17:1 Ia berkata: “Akulah Allah Yang Mahakuasa.” Dan Keluaran 18:11 berbunyi: “[Yehuwa] lebih besar dari segala allah.”
Dalam Kitab-Kitab Ibrani, kata ‘eloh’ah (allah) mempunyai dua bentuk jamak, yaitu, ‘elo-him’ (allah-allah) dan ‘elo-heh’ (allah-allah dari). Bentuk-bentuk jamak ini umumnya memaksudkan Yehuwa, dan dalam hal itu kata-kata tersebut diterjemahkan dalam bentuk tunggal sebagai “Allah.” Apakah bentuk-bentuk jamak tersebut menyatakan suatu Tritunggal? Tidak. Dalam A Dictionary of the Bible, William Smith berkata: “Gagasan khayalan bahwa [’elo-him’] memaksudkan tritunggal dari pribadi-pribadi dalam Keilahian, sekarang hampir tidak mempunyai pendukung lagi di kalangan para sarjana. Hal itu adalah apa yang disebut para ahli tata bahasa bentuk jamak dari keagungan, atau itu menyatakan kepenuhan dari kekuatan ilahi. Kuasa keseluruhan yang diperlihatkan oleh Allah.”

The American Journal of Semitic Languages and Literatures mengatakan tentang ‘elo-him.’ “Ini hampir selalu dijelaskan dengan suatu predikat kata kerja tunggal, dan membutuhkan atribut kata sifat tunggal.” Untuk menggambarkan ini, gelar ‘elo-him’ muncul 35 kali secara tersendiri dalam kisah penciptaan, dan setiap kali kata kerja yang menggambarkan apa yang Allah katakan dan lakukan adalah dalam bentuk tunggal. (Kejadian 1:1-2:4) Jadi, publikasi itu menyimpulkan: “[’Elo-him’] agaknya harus dijelaskan sebagai bentuk jamak yang bersifat intensif, yang menyatakan kebesaran dan keagungan.”
‘Elo-him’ bukan berarti “pribadi-pribadi,” melainkan “allah-allah.” Jadi mereka yang berkukuh bahwa kata ini menyatakan suatu Tritunggal menjadikan diri sendiri politeis, penyembah lebih dari satu Allah. Mengapa? Karena ini berarti ada tiga allah dalam Tritunggal. Namun hampir semua pendukung Tritunggal menolak pandangan bahwa Tritunggal terdiri dari tiga allah yang terpisah.
Alkitab juga menggunakan kata-kata ‘elo-him’ dan ‘elo-heh’ bila menyebutkan sejumlah allah-allah berhala yang palsu.
(Keluaran 12:12; 20:23). Namun pada kesempatan lain hal itu bisa memaksudkan hanya satu allah palsu, seperti ketika orang-orang Filistin menyebutkan “Dagon, allah mereka [’elo-heh’].” (Hakim 16:23, 24) Baal disebut “allah
[’elo-him]” (1 Raja 18:27) Selain itu, ungkapan ini digunakan untuk manusia. (Mazmur 82:1, 6) Musa diberi tahu bahwa dia akan menjadi “Allah [’elo-him’]” bagi Harun dan bagi Firaun.-Keluaran 4:16; 7:1.

Jelas, menggunakan gelar-gelar ‘elo-him’ dan ‘elo-heh ‘untuk allah-allah palsu, dan bahkan manusia, tidak menyatakan bahwa masing-masing adalah allah-allah yang jamak; demikian juga menerapkan ‘elo-him’ atau ‘elo-heh’ pada Yehuwa tidak berarti bahwa Ia lebih dari satu Pribadi, terutama bila kita mempertimbangkan bukti dari ayat-ayat lain dalam Alkitab mengenai pokok ini.

 
Yesus Ciptaan yang Terpisah

KETIKA berada di atas bumi, Yesus adalah seorang manusia, meskipun manusia yang sempurna karena Allah telah memindahkan daya kehidupan dari Yesus ke dalam rahim Maria. (Matius 1: 18-25) Namun itu bukan awal kehidupannya. Ia sendiri menyatakan bahwa ia “telah turun dari sorga.” (Yohanes 3:13) Jadi wajarlah bila ia belakangan berkata kepada para pengikutnya: “Bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia [Yesus] naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?”-Yohanes 6:62.
Jadi. Yesus sudah hidup di surga sebelum datang ke bumi. Tetapi apakah sebagai salah satu pribadi dalam Keilahian tiga serangkai yang mahakuasa dan kekal? Tidak, karena Alkitab dengan jelas menerangkan bahwa sebelum menjadi manusia, Yesus adalah suatu makhluk roh yang diciptakan sama seperti malaikat-malaikat adalah makhluk-makhluk roh yang diciptakan oleh Allah. Para malaikat maupun Yesus tidak hidup sebelum mereka diciptakan.
Yesus, sebelum hidup sebagai manusia, adalah ‘yang sulung dari segala yang diciptakan.’ (Kolose 1:15) Ia adalah “permulaan dari ciptaan Allah.” (Wahyu 3:14) “Permulaan” [bahasa Yunani, ar-khe’] tidak dapat ditafsirkan bahwa Yesus adalah ‘pemula’ dari ciptaan Allah. Dalam tulisan-tulisannya di Alkitab, Yohanes menggunakan berbagai bentuk dari kata Yunani ar-khe’ lebih dari 20 kali, dan ini selalu mempunyai arti umum “permulaan.” Ya, Yesus diciptakan oleh Allah sebagai permulaan dari ciptaan-ciptaan Allah yang tidak kelihatan.
Perhatikan betapa erat hubungan antara acuan-acuan kepada asal usul Yesus dengan pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh “hikmat” kiasan dalam buku Amsal di Alkitab: “TUHAN [Yahweh, NJB] telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaanNya, sebagai perbuatanNya yang pertama-tama dahulu kala. Sebelum gunung-gunung tertanam dan lebih dahulu dari pada bukit-bukit aku telah lahir; sebelum Ia membuat bumi dengan padang-padangnya atau debu dataran yang pertama [”unsur-unsur pertama dari dunia,” NJB].” (Amsal 8: 12, 22, 25, 26)
Meskipun istilah “hikmat” digunakan untuk mempersonifikasi pribadi yang Allah ciptakan, kebanyakan sarjana setuju bahwa ini sebenarnya adalah kata kiasan untuk Yesus sebagai makhluk roh sebelum hidup sebagai manusia.

Sebagai “hikmat” sebelum menjadi manusia, Yesus selanjutnya berkata bahwa ia berada “di sampingNya [Allah], seorang pekerja ahli.” (Amsal 8: 30. JB) Selaras dengan peranan sebagai pekerja ahli ini, Kolose 1:16 (BIS) mengatakan tentang Yesus bahwa “melalui dialah Allah menciptakan segala sesuatu di surga dan di atas bumi.”

Jadi melalui pekerja ahli inilah, seolah-olah mitra kerja-Nya yang lebih muda, Allah Yang Mahakuasa menciptakan semua perkara lain. Alkitab meringkaskan masalahnya sebagai berikut: “Bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari padaNya berasal segala sesuatu... dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang melalui dia, segala sesuatu telah dijadikan.” (Cetak miring red.)-1 Korintus 8:6, Revised Standard Version, edisi Katolik; BIS.
Tiada sangsi lagi bahwa kepada pekerja ahli inilah Allah berkata: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” (Kejadian 1: 26) Ada yang mengatakan bahwa “Kita” dalam pernyataan ini menunjukkan suatu Tritunggal. Namun jika anda mengatakan, ‘Baiklah kita membuat sesuatu untuk diri kita,’ tidak seorang pun akan secara wajar memahami bahwa ini menyatakan beberapa orang digabungkan menjadi satu di dalam diri anda. Anda hanya memaksudkan bahwa dua pribadi atau lebih akan bersama-sama mengerjakan sesuatu. Maka, demikian pula, ketika Allah menggunakan “Kita,” Ia hanya menyapa suatu pribadi lain, makhluk roh-Nya yang pertama, sang pekerja ahli, pramanusia Yesus.

 
Dapatkah Allah Dicobai?

DALAM Matius 4:1, Yesus dikatakan “dicobai Iblis.” Setelah menunjukkan kepada Yesus semua kerajaan dunia dengan kemegahannya,” Setan berkata: “Semua itu akan kuberikan kepadaMu, jika Engkau sujud menyembah aku.” (Matius 4:8, 9) Setan berupaya untuk membuat Yesus tidak loyal kepada Allah.
Tetapi ujian keloyalan macam apakah itu jika Yesus adalah Allah? Dapatkah Allah memberontak melawan diri-Nya sendiri? Tidak, tetapi malaikat-malaikat dan manusia dapat memberontak melawan Allah dan telah berbuat demikian. Cobaan atas Yesus hanya masuk akal jika ia, bukan Allah, melainkan suatu pribadi yang terpisah yang mempunyai kehendak bebasnya sendiri, pribadi yang bisa saja tidak loyal jika ia memutuskan demikian, seperti halnya malaikat atau manusia.
Sebaliknya, kita tidak dapat membayangkan bahwa Allah dapat berdosa dan tidak loyal kepada diri-Nya sendiri. “PekerjaanNya sempurna... Allah yang setia,... adil dan benar Dia.” (Ulangan 32:4) Jadi jika Yesus adalah Allah, ia tidak mungkin dicobai.-Yakobus 1:13.
Karena bukan Allah, Yesus bisa saja tidak loyal. Namun ia tetap setia, dengan mengatakan: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan [Yehuwa, NW], Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”-Matius 4:10.

 
Berapa Besar Harga Tebusan Itu?

SALAH satu alasan utama Yesus datang ke bumi juga mempunyai hubungan langsung dengan Tritunggal. Alkitab menyatakan:
“Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan [yang sesuai, NW] bagi semua manusia.”-1 Timotius 2: 5,6.
Yesus, yang tidak lebih dan tidak kurang daripada seorang manusia sempurna, menjadi tebusan yang dengan tepat mengganti rugi apa yang telah dihilangkan Adam -hak untuk hidup sebagai manusia sempurna di bumi. Jadi Yesus dengan tepat dapat disebut “Adam yang akhir” oleh rasul Paulus, yang berkata dalam ikatan kalimat yang sama: “Sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.” (1 Korintus 15: 22, 45) Kehidupan manusia yang sempurna dari Yesus adalah “tebusan yang sesuai” yang dituntut oleh keadilan ilahi-tidak lebih, tidak kurang. Suatu prinsip dasar bahkan dari keadilan manusia ialah bahwa harga yang dibayar harus sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.
Tetapi, jika Yesus adalah bagian dari suatu Keilahian, harga tebusan akan sangat jauh lebih tinggi daripada apa yang dituntut oleh Taurat Allah sendiri. (Keluaran 21:23-25;
Imamat 24:19-21) Yang berdosa di Eden hanya seorang manusia sempurna, Adam, bukan Allah. Maka tebusan itu, agar benar-benar selaras dengan keadilan Allah, harus tepat sama nilainya-seorang manusia sempurna, “Adam yang akhir.” Maka, ketika Allah mengutus Yesus ke bumi sebagai tebusan itu, Ia menjadikan Yesus sebagai sesuatu yang akan memenuhi keadilan, bukan suatu inkarnasi, bukan manusia-allah, melainkan manusia sempurna, “lebih rendah daripada malaikat-malaikat.” (Ibrani 2:9; bandingkan Mazmur 8: 6, 7.)
Bagaimana mungkin suatu bagian dari Keilahian yang mahakuasa Bapa, Anak, atau roh kudus-dapat lebih rendah daripada malaikat-malaikat?

 
Bagaimana “Satu-Satunya yang Diperanakkan”?
ALKITAB menyebut Yesus “Anak Tunggal” atau dalam bahasa Inggris, “only-begotten Son” (“Anak satu-satunya yang diperanakkan”). (Yohanes 1:14; 3:16, 18; 1 Yohanes 4:9) Para penganut Tritunggal mengatakan bahwa karena Allah itu kekal, maka Anak Allah juga kekal. Namun bagaimana seseorang bisa menjadi anak dan pada waktu yang sama umurnya setua ayahnya?
Para penganut Tritunggal mengatakan bahwa dalam hal Yesus, “satu-satunya yang diperanakkan” tidak sama dengan definisi kamus untuk “memperanakkan” yang adalah “memberi kehidupan sebagai bapa.” (Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary) Mereka berkata bahwa dalam hal Yesus ini memaksudkan “sifat dari hubungan tanpa asal usul,” semacam hubungan anak tunggal tetapi tanpa ia diperanakkan. (Vine’s Expository Dictionary of Old and New Testament Words, karya Vine) Apakah hal itu kedengaran masuk akal bagi anda? Dapatkah seorang pria menjadi ayah seorang anak tanpa memperanakkan dia?
Selain itu, mengapa Alkitab menggunakan kata Yunani yang sama untuk “satu-satunya yang diperanakkan” (seperti diakui oleh Vine tanpa penjelasan apapun) untuk menggambarkan hubungan antara Ishak dengan Abraham? Ibrani 11:17 menyebut Ishak sebagai “anaknya [Abraham] yang tunggal,” atau dalam bahasa Inggris “anak satu-satunya yang diperanakkan.” Tidak mungkin ada keraguan bahwa dalam hal Ishak, ia satu-satunya yang diperanakkan dalam arti yang normal, tidak sama dalam umur atau kedudukkan dengan ayahnya.
Kata dasar bahasa Yunani untuk “satu-satunya yang diperanakkan” yang digunakan untuk Yesus dan Ishak ialah monogenes’, dari mo’nos, yang berarti “satu-satunya,” dan gi’no-mai, sebuah akar kata yang berarti “menghasilkan,” “menjadi (menjadi ada),” kata Exhaustive Concordance oleh Strong. Maka, monogenes’ didefinisikan sebagai: “Satu-satunya yang dilahirkan, satu-satunya yang diperanakkan, artinya satu-satunya anak.”-A Greek and English Lexicon of the New Testament, oleh E. Robinson. Theological Dictionary of the New Testament,, dengan penyunting Gerhard Kittel, berkata: “[Monogenes] berarti ‘keturunan satu-satunya’ yaitu, tanpa saudara laki-laki atau perempuan.” Buku ini juga menyatakan bahwa dalam Yohanes 1:18; 3: 16, 18; dan 1 Yohanes 4:9, “hubungan Yesus tidak hanya disamakan dengan hubungan seorang anak tunggal atau satu-satunya anak dengan ayahnya. Ini memang hubungan antara anak satu-satunya yang diperanakkan oleh sang Bapa.”

Jadi, kehidupan Yesus, Anak satu-satunya yang diperanakkan, mempunyai permulaan. Dan Allah Yang Mahakuasa dengan tepat dapat disebut Yang Memperanakkan dia, atau Bapa-Nya dalam arti yang sama seperti seorang ayah jasmani di bumi, seperti Abraham, memperanakkan seorang anak. (Ibrani 11:17) Maka, bila Alkitab menyebut Allah sebagai “Bapa” dari Yesus, ini memaksudkan tepat seperti yang dikatakannya -bahwa mereka adalah dua pribadi yang terpisah. Allah yang senior. Yesus yang yunior -dalam hal waktu atau umur, kedudukan, kuasa, dan pengetahuan.
Bila seseorang mempertimbangkan bahwa Yesus bukan satu-satunya makhluk roh, anak Allah yang diciptakan di surga, halnya menjadi jelas mengapa istilah “Anak Tunggal” atau “Anak satu-satunya yang diperanakkan” digunakan dalam hal Yesus. Tidak terhitung banyaknya makhluk roh lain yang diciptakan, malaikat-malaikat, juga disebut “anak-anak Allah,” dalam arti yang sama seperti halnya Adam, karena daya kehidupan mereka berasal dari Allah Yehuwa, Sumber Kehidupan. (Ayub 38:7; Mazmur 36:10; Lukas 3:38) Namun mereka semua diciptakan melalui “Anak Tunggal,” yang adalah pribadi satu-satunya yang langsung diperanakkan oleh Allah.-Kolose 1 :15-17.

 
Apakah Yesus Dianggap Allah?

MESKIPUN Yesus sering disebut Anak Allah dalam Alkitab, tidak seorang pun pada abad pertama pernah menganggap dia sebagai Allah Anak. Bahkan hantu-hantu, yang ‘percaya bahwa hanya ada satu Allah,’ mengetahui dari pengalaman mereka di alam roh bahwa Yesus bukan Allah. Maka, dengan tepat mereka menyapa Yesus sebagai “Anak Allah” yang terpisah. (Yakobus 2:19: Matius 8:29) Dan ketika Yesus mati, para prajurit Roma yang kafir itu yang sedang berjaga cukup mengetahui untuk dapat mengatakan bahwa apa yang mereka dengar dari para pengikut Yesus pasti benar, bukan bahwa Yesus adalah Allah, melainkan bahwa “sungguh, ia ini adalah Anak Allah.”-Matius 27: 54.
Maka, ungkapan “Anak Allah” menunjuk kepada Yesus sebagai makhluk yang terpisah dan diciptakan, bukan bagian dari Tritunggal. Sebagai Anak Allah, ia tidak mungkin Allah sendiri, karena Yohanes 1:18 berkata: “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah.”
Murid-murid memandang Yesus sebagai ‘pengantara yang esa antara Allah dan manusia,’ bukan sebagai Allah sendiri. (1 Timotius 2:5) Karena menurut definisi seorang pengantara adalah seorang yang terpisah dari mereka yang membutuhkan pengantara, suatu kontradiksi jika Yesus adalah satu kesatuan dengan salah satu pihak yang ia coba perdamaikan. Itu berarti ia pura-pura menjadi pengantara, padahal bukan.
Alkitab memang jelas dan konsisten berkenaan hubungan antara Allah dengan Yesus. Allah Yehuwa saja Yang Mahakuasa. Ia secara langsung menciptakan pramanusia Yesus. Jadi, Yesus mempunyai permulaan dan tidak pernah dapat setara dengan Allah dalam kuasa atau kekekalan.

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget