REPUBLIKA.CO.ID, Gaya hidup bebas membuat Heather terjebak
dalam kegelapan. Ia melahirkan anak di luar nikah. Situasi kian runyam
ketika ia harus membesarkan anaknya itu sendiri.
Merasa tidak kuat, ia serahkan anaknya itu untuk diadopsi. "Aku terdiam, dan merasa malu kepada Tuhan," kenangnya seperti dilansir onislam.net.
Sebelumnya, ia bukanlah seorang yang menjalankan kepercayaannya dengan baik. Sekali-dua kali ia berkomunikasi dengan Tuhan. Itu pun sebatas pernikahan dan pemakaman.
Kini, ia mulai kembali menjalankan kepercayaan yang dianutnya. Ia baca Injil sekali lagi. Semakin ia membaca, ia tidak merasakan apapun. Tidak puas dengan hal itu, ia pelajari agama lain seperti Taoisme, Buddhisme dan Yahudi.
Sedalam mungkin, ia gali informasi tentang masing-masing kepercayaan itu. Nyatanya, ia tidak menemukan apapun. Ia menyerah, dan akhirnya ia memikirkan untuk tidak mengakui adanya Tuhan. Jadilah, ia seorang Ateis.
Meskipun menjadi Ateis, tidak serta merta ia berhenti mencari kebenaran hakiki. Suatu hari, ia bertemu dengan seorang Kristen yang mengalami pencerahan. "Setiap kali mendengar kisahnya, aku merasa sinis. Aku benar-benar tidak peduli," katanya.
Setelah itu, Heather terus mendengar perempuan itu bercerita hal yang logis. Sempat, Heather dibuat kesal. Tetapi sikapnya yang acuh membuatnya tidak berkomentar sinis.
Beberapa lama kemudian, ia mulai bekerja. Kebetulan, yang menjadi bosnya adalah Muslim. Ketimbang perempuan tadi, ia lebih menerima berdiskusi tentang Islam dan Muslim bersama bos-nya itu. Olehnya, Heather diberikan literatur tentang Islam dan Muslim.
"Aku diminta baca Alquran, lalu berdebat soal isinya," kenang dia.
Ia baca surat pertama, Al-Fatihah. Dari isinya, Heather melihat banyak kemiripan dalam beberapa hal pada ajaran Kristen. Pada bahasan kebenaran, ia akui kebenaran sejati itu tidak pernah terbantahkan.
Selesai membaca ayat itu, ia mendapati satu kesimpulan. "Inilah agama yang aku cari," katanya.
Dari sekian hal yang dipelajari Heather tentang Islam, ada satu hal yang mengganjalnya. Banyak informasi yang mengatakan Islam identik dengan terorisme. Tapi, dalam hatinya itu mengatakan sebaliknya. Islam tidak terkait dengan bom bunuh diri, pembajakan atau hal negatif lainnya.
Melihat masalah ini, ia gunakan akal pikirannya. "Aku gunakan otak saya. Selanjutnya, aku tahu apa yang aku lakukan. Aku menjadi Muslim," ujarnya.
Merasa tidak kuat, ia serahkan anaknya itu untuk diadopsi. "Aku terdiam, dan merasa malu kepada Tuhan," kenangnya seperti dilansir onislam.net.
Sebelumnya, ia bukanlah seorang yang menjalankan kepercayaannya dengan baik. Sekali-dua kali ia berkomunikasi dengan Tuhan. Itu pun sebatas pernikahan dan pemakaman.
Kini, ia mulai kembali menjalankan kepercayaan yang dianutnya. Ia baca Injil sekali lagi. Semakin ia membaca, ia tidak merasakan apapun. Tidak puas dengan hal itu, ia pelajari agama lain seperti Taoisme, Buddhisme dan Yahudi.
Sedalam mungkin, ia gali informasi tentang masing-masing kepercayaan itu. Nyatanya, ia tidak menemukan apapun. Ia menyerah, dan akhirnya ia memikirkan untuk tidak mengakui adanya Tuhan. Jadilah, ia seorang Ateis.
Meskipun menjadi Ateis, tidak serta merta ia berhenti mencari kebenaran hakiki. Suatu hari, ia bertemu dengan seorang Kristen yang mengalami pencerahan. "Setiap kali mendengar kisahnya, aku merasa sinis. Aku benar-benar tidak peduli," katanya.
Setelah itu, Heather terus mendengar perempuan itu bercerita hal yang logis. Sempat, Heather dibuat kesal. Tetapi sikapnya yang acuh membuatnya tidak berkomentar sinis.
Beberapa lama kemudian, ia mulai bekerja. Kebetulan, yang menjadi bosnya adalah Muslim. Ketimbang perempuan tadi, ia lebih menerima berdiskusi tentang Islam dan Muslim bersama bos-nya itu. Olehnya, Heather diberikan literatur tentang Islam dan Muslim.
"Aku diminta baca Alquran, lalu berdebat soal isinya," kenang dia.
Ia baca surat pertama, Al-Fatihah. Dari isinya, Heather melihat banyak kemiripan dalam beberapa hal pada ajaran Kristen. Pada bahasan kebenaran, ia akui kebenaran sejati itu tidak pernah terbantahkan.
Selesai membaca ayat itu, ia mendapati satu kesimpulan. "Inilah agama yang aku cari," katanya.
Dari sekian hal yang dipelajari Heather tentang Islam, ada satu hal yang mengganjalnya. Banyak informasi yang mengatakan Islam identik dengan terorisme. Tapi, dalam hatinya itu mengatakan sebaliknya. Islam tidak terkait dengan bom bunuh diri, pembajakan atau hal negatif lainnya.
Melihat masalah ini, ia gunakan akal pikirannya. "Aku gunakan otak saya. Selanjutnya, aku tahu apa yang aku lakukan. Aku menjadi Muslim," ujarnya.
Redaktur: Fernan Rahadi
Reporter: Agung Sasongko
Posting Komentar
Jika anda menyertakan link baik itu link hidup atau mati maka admin akan menghapus komentar anda..terima kasih