Para misionaris iri hati terhadap
semangat umat Islam dalam menjalankan ibadah shaum (puasa) Ramadhan.
Selama sebulan penuh, semarak keagamaan umat Islam meningkat drastis,
mulai dari ibadah shalat jamaah, shalat tarawih di malam hari, sedekah,
dan berbagai kegiatan di masjid yang memperkuat akidah dan persaudaraan
Islam.
Untuk melampiaskan kedengkiannya
terhadap keagungan puasa Ramadhan, dua orang misionaris, Curt Fletemier
Yusuf dan Tanti menuduh puasa Ramadhan yang dilakukan umat Islam sebagai
ritual yang menjiplak ritual penyembah berhala. Tuduhan itu dituangkan
dalam buku Christianity and Islam: The Son and The Moon, berikut kutipannya:
“Puasa pada Bulan Ramadhan. Bulan
puasa kaum Sabean dimulai pada saat bulan sabit dan tidak akan berakhir
sampai bulan lenyap, lalu kembali bulan sabit muncul (sama seperti
Ramadhan bagi Islam pada masa ini). Muhammad hanya meneruskan praktik
keagamaan yang dipakai oleh para penyembah berhala, Abd. Allah bin Abbas
melaporkan bahwa Muhammad, menyatakan: "Jangan mulai berpuasa sampai
kamu telah melihat bulan sabit dan jangan berhenti berpuasa sampai kamu
melihatnya kembali, dan jika itu berawan, sempurnakanlah menjadi 30
hari.”
Memang pada masa Muhammad, orang
Yahudi juga memiliki kebiasaan berpuasa sesuai dengan penanggalan
Yahudi, dan penanggalan Yahudi yang dipakai juga berdasarkan hitungan
bulan. Orang Yahudi juga memiliki perayaan Bulan Baru, tetapi dalam
Imamat 23 dijelaskan bahwa perayaan Bulan Baru itu tidak
dimulai dari TUHAN. Sampai saat ini orang Kristen juga tetap melakukan
puasa. Beberapa di antaranya bahkan melakukan secara rutin. Tetapi
sebagian besar orang Kristen (termasuk penulis) berpuasa ketika ada
sesuatu yang sedang didoakan sungguh-sungguh. Itu adalah cara untuk
memusatkan pikiran kita pada Tuhan.
Bagi kita, puasa bukanlah suatu
kewajiban keagamaan. Satu-satunya "kewajiban keagamaan" yang kita miliki
adalah untuk percaya pada Kristus yang membawa kita ke surga, seraya
menyadari bahwa sebenarnya kita tidak layak untuk menerima kasih-Nya,
dan mengkuti-Nya dengan segala ucapan syukur untuk apa yang telah Dia
kerjakan bagi kita” (edisi Indonesia: Sang Putera dan Sang Bulan, penerbit Sonrise Enterprise, hlm 148-149).
Tudingan itu tidak ilmiah dan sangat tidak cerdas. Hanya karena umat Islam memakai penanggalan qamariah
(berdasarkan peredaran bulan), maka umat Islam dituding mengamalkan
peribadatan kaum penyembah berhala. Lantas bagaimana dengan orang yang
memakai penanggalan syamsiyah (bersasarkan peredaran matahari), apakah mereka juga dituding sebagai kaum penyembah dewa matahari?
Jika ibadah puasa yang dilakukan umat
Islam memiliki persamaan dengan puasa kaum terdahulu, bukan karena latah
mengikuti tradisi kaum penyembah berhala. Melainkan karena ibadah puasa
yang diwajibkan kepada umat Islam itu, sudah pernah diwajibkan kepada
kaum dan para nabi sebelumnya. Allah SWT menegaskan, shaum adalah amal
ibadah tertua yang sudah disyariatkan umat terdahulu, jauh sebelum
diwajibkan kepada umat Muhammad SAW: “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Qs. Al-Baqarah 183).
Firman Allah “kama kutiba ‘alal-ladzina min qablikum”
(sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu) pada ayat ini
menunjukkan bahwa ibadah puasa telah dilakukan oleh orang-orang beriman
sebelum Nabi Muhammad SAW. Hal ini terbukti dalam sejarah para nabi,
jauh sebelumnya Nabi Adam telah diperintahkan untuk berpuasa tidak
memakan buah khuldi (Qs. Al-Baqarah 35). Maryam bunda Nabi Isa pun
berpuasa dengan tidak bicara kepada siapapun (Qs. Maryam 26). Nabi Musa
bersama kaumnya berpuasa empat puluh hari. Nabi Isa pun berpuasa. Nabi
Daud berpuasa selang-seling (sehari berpuasa dan sehari berikutnya
berbuka). Nabi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah mengamalkan
puasa tiga hari setiap bulan dan turut mengamalkan puasa Asyura yang
jatuh pada hari ke 10 bulan Muharram bersama masyarakat Quraisy yang
lain. Berbagai kaifiyat (tatacara) puasa para nabi tersebut
berbeda-beda sesuai dengan zaman yang berlaku, namun esensinya sama,
untuk mencapai derajat taqwa (la’allakum tattaquun).
Alkitab (Bibel) pun mencatat syariat
puasa para nabi terdahulu. Puasa pada masa Samuel sebagai amal
pertaubatan kepada Tuhan (I Samuel 7:6) dan berkabung (I Samuel 31:13;
II Samuel 1:12). Nabi Daud berpuasa sampai badannya kurus kehabisan
lemak (Mazmur 109:24); Nehemia berpuasa ketika berkabung (Nehemia 1:4),
Daniel juga berpuasa (Daniel 9:3), Yoel berpuasa bersama penduduk
negerinya (Yoel 1:14), Yunus berpuasa (Yunus 3:5), Zakharia diperintah
Tuhan untuk berpuasa (Zakharia 7:5), warga Yerusalem berpuasa pada bulan
kesembilan (Yeremia 36:9), Hana, seorang nabi perempuan tidak pernah
meninggalkan ibadah puasa dalam rangka bertaqarrub kepada Tuhan (Lukas
2:36-37), dll.
Nabi Musa dan Yesus sama-sama berpuasa
jasmani dan rohani, tidak makan dan tidak minum selama 40 hari. Musa
berpuasa selama 40 hari 40 malam pada saat menerima Sepuluh
Firman/dasatitah/The Ten Commandments (Keluaran 34:28).
Sementara Yesus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun (Matius 4:2).
Yesus juga mewajibkan para muridnya untuk berdoa dan berpuasa untuk
mengusir setan yang merasuki manusia (Matius 17:21). Orang Farisi pada
masa Yesus berpuasa Senin-Kamis setiap pekan (Lukas 18:12).
Jelaslah bahwa ibadah puasa dalam Islam
sama sekali tidak menjiplak ritual kaum penyembah berhala. Otomatis,
salah alamat jika Curt Fletemier dan Yusuf Lifire menuding ibadah Islam
melestarikan ritual kaum penyembah berhala.
Justru agama Kristenlah yang sering
mengadopsi ritual kaum pagan (kafir) penyembah berhala. Contohnya adalah
perayaan Natal memperingati kelahiran Yesus tiap tanggal 25 Desember.
Perayaan ini tidak ada perintahnya sama sekali dalam Bibel.
Kenyataan bahwa Natal kristiani mengadopsi tradisi pagan, diakui secara jujur oleh mendiang Herbert W Armstrong, seorang Pastur Worldwide Church of God yang berkedudukan di Amerika Serikat. Dalam The Plain Truth about Christmas, Armstrong
membuktikan secara ilmiah bahwa Natal diwarisi Gereja dari kepercayaan
pagan (kafir) Politeisme, berdasarkan literatur Kristen sendiri, antara
lain penjelasan dari Katolik Roma dalam Catholic Encyclopedia edisi 1911, dengan judul "Christmas" sebagai berikut:
"Christmas was not among the
earliest festivals of Church … the first evidence of the feast is from
Egypt. Pagan customs centering around the January calends gravitated to
christmas." (Natal bukanlah di antara upacara-upacara awal Gereja …
bukti awal menunjukkan bahwa pesta tersebut berasal dari Mesir.
Perayaan ini diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada
bulan Januari ini, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus).
Dalam judul "Natal Day," dijelaskan lebih lanjut: "In
the Scriptures, no one is recorded to have kept a feast or held a great
banquet on his birthday. It is only sinners (like Paraoh and Herod) who
make great rejoicings over the day in which they were born into this
world."
Maksudnya: di dalam kitab suci, tidak
seorang pun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk
merayakan hari kelahiran Yesus. Hanyalah orang-orang kafir saja
(seperti Firaun dan Herodes) yang berpesta pora merayakan hari
kelahirannya ke dunia ini).
Ternyata, agama penjiplak ritual pagan
itu bukan Islam, tapi agama yang dianut misionaris Curt Fletemier Yusuf
dan Tanti. [A. Ahmad Hizbullah MAG]
Posting Komentar
Jika anda menyertakan link baik itu link hidup atau mati maka admin akan menghapus komentar anda..terima kasih