Snouck Horgronje Contoh Nyata
Snouck
Hurgrunje bermaksud menukar Islam dengan kebudayaan Eropa, sehingga
upaya kepentingan politik dan agama (Kristen) menjadi gampang.
“To
bring about a cultural unity string enough to void the difference of
religious denomination from its political and social significance.”
(Menjadikan ikatan kesatuan budaya dapat melenyapkan perbedaan agama dari kepentingan politik dan kemasyarakatan).[2]
Taktik Penjajah Belanda
Munculnya
para orientalis Belanda itu perlu disimak pula latar belakang politik
penjajah Belanda yang menguasai Indonesia selama tiga setengah abad. Dr
Aqib Suminto menggambarkan strategi penjajah Belanda, di antaranya
diungkapkan sebagai berikut:
Usaha Belanda
untuk mengkonsolidasi kekuatannya mendapat perlawanan dari raja-raja
Islam, dan di tingkat desa, dari para guru serta ulama Islam. Meskipun
Belanda berhasil mengontrol sebagian besar daerah Nusantara yang
ditaklukkannya, namun Islam tetap melebarkan sayapnya; bahkan sejak
abad ke-19 Islam mendapatkan daya dorong, berkat semakin meningkatnya
hubungan dengan Timur Tengah.[3]
Kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda dalam menangani masalah Islam ini, sering disebut dengan istilah Islam Politiek,
dimana Prof Snouck Hurgronje dipandang sebagai peletak dasarnya.
Sebelum itu kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda terhadap Islam hanya
berdasarkan rasa takut dan tidak mau ikut campur, karena Belanda belum
banyak menguasai masalah Islam.
Berkat
pengalamannya di Timur Tengah dan Aceh, Snouck Hurgronje, sarjana
sastra Smith yang mempunyai andil sangat besar dalam penyelesaian
perang Aceh ini kemudian berhasil menemukan suatu pola dasar bagi
kebijaksanaan menghadapi Islam di Indonesia.[4]
Siapa Snouck Hurgronje Itu?
Christian
Snouck Hurgronje lahir pada tahun 1857. Ayahnya seorang pendeta. Dia
belajar teologi dari guru Taurat, Abraham Kuenen, kemudian mulai
belajar bahasa Arab dan Islam pada M J de Goeje. Atas bimbingan de
Goeje, dia berhasil menyusun disertasi Het Mekkaansche Feast
(Berhaji ke Makkah) pada tahun 1880. Ketika dilangsungkan konferensi
para orientalis di Leiden pada tahun 1883, hadir pula Amin Al-Madani
Al-Halwani yang membawa sekumpulan manuskrip berharga dan menjualnya
kepada penerbit E.J. Brill. Beberapa bagian manuskrip dibeli oleh
Universitas Leiden. Pada konferensi itu, Snouck Hurgronje berkenalan
dengan Amin Al-Madani. Setelah Amin Al-Madani menulis kesan-kesannya
tentang konferensi itu dalam surat kabar Al-Burhan terbitan
Kairo, Snouck segera menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab (Belanda?,
pen). Setelah konferensi itu, Amin bin Hasan Al-Halwani Al-Madani
berangkat ke India tempat menerbitkan buku al-Qurb fi mahabbat al- Arab (Pendekatan
dalam mencintai orang-orang Arab) oleh Abdur Rahim Al-Iraqi pada
bulan Shafar 1302H (1884M). Dia menyebut dirinya sebagai guru di
Raudhatul Muthahharah. Setahun setelah konferensi orientalis itu,
Snouck dengan ditemani Konsul Belanda, Kruyt, berangkat ke Jeddah.
Pertanyaan yang muncul ialah apakah ada hubungan antara perkenalan
Snouck Hurgronje dan Amin Al-Madani dengan keberangkatan Snouck ke
Jeddah, kemudian pernyataan masuk Islamnya dan masuknya ke Makkah
al-Mukarromah.
Sebahagian besar surat
pribadinya masih tertutup bagi para peneliti berdasarkan wasiat
puterinya sampai tahun 1894. Jadi, jawaban pertanyaan tadi masih sangat
tergantung pada orang lain. Namun demikian, mungkin sekali Amin
Al-Madani sudah melapangkan jalan bagi Snouck Hurgronje untuk memasuki
Makkah Al-Mukarramah. Data sejarah menyebutkan bahwa Snouck
menyatakan Islam di hadapan orang banyak dan saksi-saksi secara tipu
muslihat. Dia terus memainkan peran di tengah kaum Muslimin Makkah,
kemudian di Indonesia selama hidupnya. Menurut responden yang dapat
dipercaya dari Indonesia disebutkan bahwa Snouck menipu seorang camat
dengan pengakuan keislamannya dan mengawini puteri camat itu. Dari
isterinya dia memperoleh beberapa orang anak dan yang sulung bekerja
pada satu jabatan penting dalam kepolisian di Indonesia. Kami yakin
akan kebenaran informasi itu ketika bertemu seorang cucu Snouck secara
pribadi dengan ditemani Sjord van Koningsveld di Leiden. Tidak ada
keraguan bahwa Snouck pandai memainkan peran di hadapan isteri dan
anak-anaknya, seperti kepandaiannya memainkan peran di tengah
kebanyakan umat Islam yang menganugerahkan kepadanya kecintaan lalu
dikhianatinya sendiri.[5]
Snouck menetap selama enam setengah bulan di Makkah dengan memakai
nama Abdul Ghaffar. Dia mendatangi majelis-majelis ulama dan
kiyai-kiyai pemimpin pengajian hingga dia berhasil menjalin hubungan
erat dengan banyak ulama Makkah dan sejumlah ulama dari Jawa, Sumatera,
dan Aceh yang berdatangan ke Makkah, khususnya kepada Syekh Makkah dan
muftinya, Syekhnya para ulama, Ahmad bin Zaini Dahlan.
Tampaknya, Syekh yang baik membolehkan kepadanya atau membekalinya surat
rekomendasi-rekomendasi agar rencana Snouck menjadi lebih sempurna
dalam membuka jalan di Indonesia, khususnya di daerah Aceh yang
memberontak terhadap pemerintah Belanda. Dia juga menjalin hubungan baik
dengan Habib Abdur Rahman al-Zahir yang tampaknya berambisi agar dijadikan Sultan oleh Belanda untuk daerah Aceh. Gagasannya
tentang cara terbaik untuk menghancurkan pemberontakan kaum muslimin
di Aceh disampaikan kepada Konsul Belanda, Kruyt, dan Snouck Hurgronje.
Untuk mencapai tujuan itu, dia memberatkan pemerintah Belanda, tetapi
akhirnya dia merasa puas dengan gaji besar yang diperolehnya dari
Konsulat Belanda di Jeddah seumur hidupnya. Jadi, tidak aneh jika kaum muslimin di Aceh mengecap Habib Abdur Rahman al- Zahir dan Snouck Hurgronje sebagai pengkhianat hingga sekarang ini.[6]
Hubungan Snouck dengan Missi Kristen dan Penyamarannya
Adapun hubungan Snouck dengan misi kristenisasi, kembali pada asal
usul lingkungan kelahirannya sendiri pada masa dia hidup dan belajar,
serta fakultas tempat dia menimba ilmu. Dia adalah putra penganut
gereja Protestan Calvinisme yang terkenal akan ajaran-ajaran dan
kekerasan teologinya, kemudian belajar teologi pada fakultas yang
didirikan khusus untuk menyiapkan para pendeta. Dia hidup pada masa
Eropa menguasai sebahagian besar penduduk dunia, termasuk di dalamnya
kaum Muslimin. Dia belajar bahasa Arab pada de Goeje, ilmuwan ulung yang
memiliki sikap ilmiah obyektif dan mentalitas mulia, serta kesungguhan
luar biasa dalam penelitian dan penerbitannya. Kenyataan itu menonjol
pada muridnya, Van Fluton (w. 1902), dan keilmiahannya pada teks-teks
yang diterbitkannya Miftah al-’Ulum oleh Al-Khawarizmi serta Al-Mahasin wa Al-Adhdan yang dinisbahkan kepada Al-Jahiz dan lain-lain.[7]
Sikap Snouck terhadap Islam, Ulama, dan Muslimin
Fakta sejarah menunjukkan kedustaan Snaouck Hurgronje dan rencana
penyamarannya itu bukan tidak mungkin menunjukkan bahwa masuk Islamnya
di Jeddah serta hubungannya dengan orang-orang Aceh di Mekkah
al-Mukarramah pun termasuk perbuatan pura-puranya. Namun, dusta
tersebut telah memberinya jalan memasuki daerah Aceh, tempat dia akan
mengumpulkan informasi-informasi yang dapat memberi saham dalam
mewujudkan pemecahan masalah atas daerah Aceh bagi Belanda. Untuk itu
Snouck Hurgronje menerima pekerjaan di Batavia.
Dalam perjalanan mata-matanya itu, orang-orang Aceh, termasuk beberapa
ulama, menaruh kepercayaan penuh kepadanya. Mereka memberi sambutan
hangat dan menerima kedatangannya. Laporan-laporannya (kepada
pemerintah Belanda, pen) berisi kebencian, dendam, pemutarbalikan, dan
kebohongan, khususnya terhadap para ulama yang dianggap sebagai kendala
penghambat tunduknya daerah Aceh kepada pemerintah Belanda. Para ulama
merupakan motor penggerak spitritual masyarakat dalam membela daerah
itu sehingga di dalam laporan-laporan spionasenya, para ulama itu berpuluh-puluh kali dijuluki gerombolan ulama. Selain itu, diapun menyampaikan usul kepada pemerintah kolonial untuk menempuh cara politik kekerasan dan penumpasan terhadap para ulama dengan menyatakan:
“Sesungguhnya
musuh utama dan yang giat adalah para ulama dan para petualang yang
menyusun gerombolan-gerombolan yang kuat. Sekalipun jumlah mereka
sedikit dan tumbuh di antara lapisan-lapisan masyarakat yang
bermacam-macam, mereka mendapat tambahan dari sebagian penduduk dan
pemimpin-pemimpinnya. Tidak mungkin akan diperoleh manfaat dalam
perundingan dengan partai musuh ini karena akidah dan kepentingan
pribadi mereka mengharuskan mereka untuk tidak tunduk, kecuali dengan
penggunaan kekerasan terhadap mereka. Sesungguhnya persyaratan yang
paling mendasar untuk mengembalikan peraturan di daerah Aceh haruslah
mengkaunter para ulama dengan kekerasan sehingga ‘ketakutan’ menjadi
faktor yang menghalangi orang-orang Aceh untuk bergabung dengan
pemimpin-pemimpin gerombolan agar terhindar dari bahaya. Menurut
pendapat saya, mesti dipersiapkan rencana mata-mata yang efektif dan
terorganisasi untuk memata-matai Tuanku Kuta Karang (pemimpin ulama pada
tahun 1892) dan gerombolannya. Pasti akan ada hasil awalnya. Biarpun
saya tidak mampu menjelaskan seluruh rinciannya, namun saya berani
berkata bahwa pekerjaan mata-mata itu adalah suatu kemungkinan.” [8]
Demikianlah faktanya. Snouck telah melibatkan dirinya untuk kepentingan penjajahan dengan bukti
pernyataan dan laporannya kepada Jendral Van Houts untuk memerangi
kaum muslimin di seluruh wilayah jajahan Belanda. Dengan kata lain ia
mengusulkan untuk menggunakan kekerasan dalam menumpas kaum muslimin. Karena itu Jendral tadi mendapat julukan “pedang Snouck yang ampuh” karena keberhasilannya dalam memerangi umat Islam.
Di samping itu Snouck Hurgronya juga banyak membantu dalam pembinaan
kader missionaris Belanda dan membuka sekolahan untuk mengkristenkan
muslimin di seluruh wilayah jajahannya.
Terdapat
fakta lain pula bahwa seorang tokoh missionaris kondang dan sangat
disegani di kalangan kaum orientalis yang bernama Hendrick Kraemer
adalah murid Snouck Hurgronje, dari tahun 1921 hingga tahun 1935.
Hubungan di antara guru dan murid terus berkesinambungan tanpa putus.
Snouck Hurgronje wafat pada tahun 1936.[9]
Dr Van Koningsveled berkata: “Tidak terputus surat menyurat antara
Snouck Hurgronje dan muridnya, Hendrik Kraemer, misisionaris terkenal
dan berpengaruh dalam lingkungan aktivis kristenisasi dari tahun 1921
sampai dengan 1935. Menurut penjelasan Boland, buku Hendrik Kraemer, Misi Kristen di Dunia Non Kristen[10] mengungkapkan dengan jelas bahwa orang-orang Kristen mempunyai rencana untuk mengkristenkan dunia, khususnya Indonesia. Mereka bertujuan menundukkan dunia Islam.[11] Bahkan, Kraemer membandingkan Islam dengan Nazi.[12]
Snouck dan Kristenisasi di Indonesia
Meskipun data dan fakta sejarah telah jelas seperti tersebut di atas,
namun di Indonesia sendiri pernah terjadi semacam kegoncangan di
kalangan umat Islam yang banyak memperhatikan seluk beluk nasib ummat.
Pada tahun 1985 Prof Dr HM Rasjidi yang dikenal sangat vokal terhadap
pemikiran Barat walaupun beliau alumni Barat, dan vokal pula dalam hal
kristenisasi, namun justru beliau jelas-jelas mengemukakan bahwa Dr
Christian Snouck Hurgronje itu teman umat Islam Indonesa. Beliau
menyalahkan muslimin pada umumnya yang menganggap Snouck itu musuh,
karena menurut beliau, Muslimin pada umumnya tidak membaca karya-karya
orientalisme. Justru Snouck menurut HM Rasjidi, pernah berpolemik
dengan anggota parlemen Belanda, karena Snouck tak membolehkan orang
Islam di Indonesia untuk dikristenkan.
Berikut ini pendapat HM Rasjidi yang dituangkan H Subagijo AN dalam biografi HM Rasjidi:
Tiap kali Rasjidi mengamati kepribadian Massignon, tiap kali pula dia
teringat tokoh di negaranya sendiri, Dr. Crhistian Snouck Hurgronje,
seorang orientalis besar pada zamannya. Oleh kebanyakan orang di
Indonesia, Snouck Hurgronje dianggap sebagai kaki tangan kaum
imperalis; alat kaum penjajah; sehingga segala ulah dan sikapnya dinilai
sangat menguntungkan kolonialis Belanda semata. Namun bagi Rasjidi
figur Snouck Hurgronje justeru merupakan teman ummat Islam Indonesia.
Penilaian keliru terhadap Snouck itu, menurut Rasjidi disebabkan karena
pada umumnya orang belum pernah membaca buku-buku karya orientalis tadi
secara lengkap dan teliti. Sebagai cendekiawan yang sudah membaca
seluruh karya Snouck Hurgronje secara tuntas, Rasjidi sampai pada
kesimpulan, bahwa doktor (Snouck Hurgronje) tersebut pada hakekatnya
adalah teman ummat Islam Indonesia.
Dr. Snouck,
di kalangan orang Belanda sendiri dikenal sebagai seorang yang
anti-zending dan anti-missi. Snouck pernah berpolemik dengan anggota
parlemen Belanda yang menaruh simpati pada gereja. Ujar sang anggota
parleman, “Kami ini tidak mengkristenkan orang Islam. Yang kami
kristenkan adalah orang-orang Jawa yang tidak bersembahyang, Yang tidak
membaca Al-Qur’an, yang hanya bisa mengucapkan syahadat pada waktu akan nikah saja”.
Ucapan itu ditanggapi Snouck dengan tegas jelas: “Kalau Anda sudah
tahu bahwa orang Jawa mengaku Islam, itu sudah cukup. Bahwa mereka
tidak mendirikan shalat, tidak paham bahasa Arab, itu sama sekali tidak
mengurangi sifat keislamannya. Anda sendiri yang mengaku ummat
kristen, apakah semua juga pernah membaca Injil? Dan juga pergi ke
Gereja dengan teratur? Dan bila di dalam Injil disebutkan: Bila diminta
bajunya, hendaknya Anda kasihkan jubahnya, apakah Anda pernah memberi
jubah yang diminta orang lain?”
Demikian antara lain polemik antara Dr. Snouck Hurgronje dengan anggota parlemen Belanda yang membawakan suara kaum gerejani.[13]
(Komentar kami, penulis artikel ini): Apa yang dikemukakan Dr HM
Rasjidi itu tidak bisa dijadikan landasan bahwa Snouck Hurgronje tidak
menginginkan Umat Islam Indonesia jadi Kristen. Justru maksud dan
tujuannya hampir sama dengan missionaris, hanya saja cara
mengkristenkannya itu bukan lewat kristenisasi model missionaris, namun
lewat budaya, agar umat Islam tergiring tanpa terasa. Kalau model
missionaris, menurut pandangan Snouck, justru akan terjadi reaksi dari
umat Islam, hingga apa yang dituju yaitu pengkristenan itu sendiri
tidak akan tercapai.
Cara yang ditempuh Snouck itu bisa dibuktikan dengan apa yang ditulis oleh para peneliti sebagai berikut.
Deliar Noer menulis:
Asosiasi sebagai kebijaksanaan yang diperjuangkan ilmuwan Belanda
Christian Snouck Hurgronje, mendapat tempat hanya pada beberapa
gelintir orang Belanda dan Indonesia saja terutama mereka yang
berafiliasi dengan perkumpulan Nederlandsch Indische Vrijzinningen Bond
(Kesatuan Kaum Liberal Hindia Belanda).[14]
Lanjut Deliar, yang dipersoalkan oleh Snouck Hurgronje ialah bagaimana
menghadapi soal Islam. Hal ini mudah difahami karena Islam telah
memperlihatkan semangat perjuangannya di Indonesia dalam bentuk
pemberontakan dan perlawanan terhadap penetrasi Belanda di berbagai
wilayah negeri ini. Snouck Hurgronje mengamati bahwa walaupun Islam di
Indonesia banyak tertutup oleh lapisan kepercayaan lain seperti
kepercayaan animisme dan Hindu, orang-orang Islam di negeri ini pada
waktu itu menganggap agama mereka sebagai alat pengikat yang kuat yang
membedakan mereka dari orang-orang yang bukan Islam yang mereka anggap
sebagai “orang asing”. Walaupun begitu, demikian Snouck Hurgronje, orang
Islam di Indonesia lebih memperhatikan persoalan Islam sebagai agama
dalam pengertian yang sempit (seperti perkawinan, hubungan keluarga,
peraturan berkenaan dengan waris) sedangkan aspek politik dan sosial
dari agama Islam kurang mendapat perhatian.[15]
Snouck
Hurgronje menasehatkan pemerintah Belanda agar memberikan perhatian
yang sangat kepada pendidikan dan pengajaran orang Islam Indonesia
tanpa menghubungkannya dengan persoalan pengkristenan. Cara ini,
katanya, akan “memajukan {meng-emansipasi}” mereka “dari sistem Islam”.
Cara ini akan menyampaikan orang Indonesia untuk menerima kebudayaan
Belanda, yaitu kebudayaan Barat, dan menumbuhkan pula pengertian yang
lebih baik di antara mereka terhadap orang-orang Belanda.
Katanya lagi, adalah dia dalam ”asosiasi penduduk pribumi dengan
kebudayaan kita [Belanda] terletak pemecahan persoalan Islam”. Cara ini
akan “menghapuskan perbedaan yang dijumpai dalam aspek politik dan
sosial karena kepercayaan agama [yang berbeda]”.
Hurgronje menambahkan lagi bahwa asosiasi itu akan”menghilangkan
cita-cita pan-Islam dari segala kekuatannya.” Secara tak langsung cara
tersebut akan bermanfaat bagi penyebaran agama Kristen sendiri, katanya
lagi, sebab pelaksanaan politik asosiasi itu akhirnya akan memudahkan
pekerjaan missi, oleh sebab missi akan “dapat lebih menumbuhkan
pengertian pada kalangan penduduk pribumi yang telah kena asosiasi itu
terhadap mereka.”[16]
Tetapi Politik Etis tidaklah sesabar Snouck Hurgronje dalam hal
pengkristenan. Politik Etis tidak mengendurkan kegiatan missionaris
agar memberi jalan bagi proses asosiasi seperti yang disarankan ilmuwan
Belanda tersebut. Dalam hubungan ini pernyataan kerajaan Belanda dalam
tahun 1901 yang memperkenalkan Politik Etis itu merupakan suatu bukti
nyata:
Sebagai bangsa Kristen, Belanda
mempunyai kewajiban untuk memperbaiki keadaan orang-orang Kristen
pribumi di daerah kepulauan Nusantara, memberikan bantuan lebih banyak
kepada kegiatan missi Kristen, dan memberikan penerangan kepada segenap
petugas bahwa Belanda mempunyai kewajiban moril terhadap penduduk
wilayah itu.[17]
Jadi persoalannya jelas, bukan karena Snouck tak membolehkan
pengkristenan umat Islam di Indonesia, namun hanya beda cara antara
Snouck dengan pemerintahan penjajah Belanda. Sedangkan missionaris pun
didatangkan secara resmi oleh pemerintahan Belanda, ditambah pula dana
yang jauh sangat berlipat-lipat dibanding terhadap Islam. Bisa disimak
data berikut:
Subsidi dalam tahun (jumlah f - Gulden)
-----------------------------------------------------------------------------------
Agama 1936 1937 1938 1939
------------------------------------------------------------------------------------
Protestan 686.100 683.200 696.100 844.000
Katolik 286.500 290.700 296,400 335.700
Islam 7.500 7.500 7,500 7.600
___________________________________________________________
Sumber: Staatsblad 1936: No. 355 hal 25, 26; 1937 No. 410, hal 25,26; 1938: No. 511, hal 27,28; 1939: No. 593, hal 32, dikutip Deliar Noer, hal 39.
Setelah tergambar bahwa pengkristenan Indonesia oleh Belanda itu
memang disengaja oleh penjajah Belanda, dan sebenarnya didukung pula
oleh penasihat ahlinya yaitu Snouck Hurgronje hanya saja beda cara,
maka sikap Snouck itu akan tampak lebih jelas lagi dalam data dan
kemudian pernyataan Snouck Hurgronje sendiri. Berikut ini data
sejarahnya.
Orientasi Snouck Hurgronje tampak
jelas dalam bantahannya yang keras kepada Menteri Belanda, Lohman,
dalam surat yang ditulisnya kepada menteri pada 19 Desember 1913.
Surat-surat kabar memuat penjelasan menteri bahwa Snouck Hurgronje
mendukung semboyan “Hindia Belanda untuk pengikut-pengikut Muhammad
(orang-orang Islam)”. Snouck Hurgronje menulis hal berikut ini:
“Saya
amat bergembira sekiranya tanggung jawab kesalahpahaman ini terletak
pada para redaktur suratkabar. Jika demikian, masalahnya menjadi mudah.
Akan tetapi, jika yang terjadi ternyata para redaktur membuat tulisan
itu berdasarkan ucapan Anda, maka saya bertanya kepada Anda dengan
penuh sopan. Anda mesti memberitahukan saya, yang mana dari
tulisan-tulisan saya yang tidak sedikit membahas Islam di Hindia
Belanda yang membuat Anda salah paham tersebut? Barangkali Anda tidak
tahu bahwa saya tanpa kepentingan pribadi, telah memberikan andil dalam pengkaderan para missionaris
di Rotterdam. Karena ceramah-ceramah saya tentang Belanda dan Islam,
saya menerima surat-surat penghargaan yang dikirim kepada saya secara
langsung oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda, direktur Misi
Kristenisasi, dan misionaris Adriani, dan dari Albert Kruyt, mantan
Konsul di Jeddah. Mereka semua sudah menjalin hubungan persahabatan
dengan saya sejak 25 tahun yang lalu. Karena itu, saya berhak menuntut
agar jangan menilai kecuali pada apa yang saya katakan atau yang saya
tulis sendiri. Yang saya inginkan, agar mereka yang tidak menguasai
persoalan hendaklah berdiam diri dan tidak berbicara tentang saya, dan
tentang pekerjaan saya dalam pertemuan-pertemuan orang banyak.” [18]
Dari perasaan superioritas itulah, Snouck Hurgronje menyerang syariat,
karena seperti para orientalis lain pada masanya, dia percaya bahwa
“kebudayaan Eropa” tidak mungkin memberantas “orang-orang bodoh
Muslim”, kecuali jika mereka melepaskan diri dari agama “reaksioner”.
Karena itu, dia tidak bersemangat atas pengiriman misi pekabaran Injil.
Pada waktu yang sama, dia tidak memberi perintah untuk melarang
pengiriman misi ke Hindia Belanda, kecuali jika mayoritas penduduknya
menganut Islam, mereka diperintahkan menjalankan muslihat dan bujuk
rayu. Di samping itu, dia pun menggalakkan pembukaan
sekolah-sekolah misi dengan harapan agar penganut Islam secara
berangsur beralih ke agama Kristen.[19]
Penjelasan tambahan dan kesimpulan
1. Orientalis secara garis besar ada tiga kategori:
a. mengabdi kepentingan penjajah,
b. menjalankan misi Kristen/ Katolik,
c. berupaya obyektif, tetapi ini sangat langka dan bahkan dimusuhi oleh dua kelompok lainnya.
2. Orientalis tradisional adalah yang mengabdi kepada penjajah dan
kepentingan misi. Sehingga bila ada orientalis yang mau obyektif maka
dipengaruhi bahkan dimusuhi oleh para orientalis tradisional itu.
3. Christian Snouck Hurgronje adalah orientalis Belanda terkemuka
akhir abad 19 dan abad 20 (w 1936) yang menjadi penasihat khusus
kolonial Belanda urusan (Islam) di Hindia Belanda.
4. Untuk kepentingan kolonial Belanda itu Snouck menyamar sebagai
orang Islam dan masuk ke Makkah selama 6,5 bulan dengan nama samaran
Abdul Gaffar. Atas bantuan Raden Abu Bakar, bangsawan Indonesia di
Jeddah, maka Snouck bisa menemui syekh-syekh di Makkah bahkan ulama
tertinggi, Ahmad bin Zaini Dahlan. Atas bantuan Raden Abu Bakar itu Snouck mendapatkan rekomendasi dari Ahmad bin Zaini Dahlan, Mufti
Makkah, untuk berhubungan dengan ulama-ulama di Jawa (Indonesia).
Kepentingan itu tampaknya gayung bersambut, karena Mufti Makkah Ahmad
bin Zaini Dahlan adalah orang yang paling keras menentang Wahabi
bahkan memfatwakan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab pendiri faham Wahabi
sebagai Musailamah Al-Kaddzab baru, karena sama-sama dari Yamamah. Pengaruh
Wahabi jangan sampai tumbuh di Jawa, maka rekomendasi untuk Snouck pun
diberikan oleh Mufti Ahmad Zaini Dahlan demi memperlancar hubungannya
dengan para ulama di Indonesia.
5.
Kelihaian Snouck di Aceh pun tak kurang “menguntungkan” bagi Belanda.
Dengan adanya Snouck bisa mendekati Habib Abdur Rahman Ad-Dhohir yang
menginginkan jadi Sultan di Aceh, Snouck mampu mengorek rahasia-rahasia
yang “dijual” oleh Habib itu tentang ulama dan umat Islam Aceh.
6. Setelah Snouck mendapatkan rahasia akurat dari pengkhianat Aceh yaitu Habib Abdur Rahman tersebut, maka Snouck mengusulkan kepada pemerintah Belanda bahwa tidak ada jalan lain kecuali menghancurkan para ulama Aceh.
7. Meskipun sebegitu tegasnya untuk menghancurkan ulama dan Muslimin
Aceh, namun Snouck tidak setuju kalau kristenisasi di Indonesia itu
memakai cara-cara yang dilakukan missionaris selama ini. Snouck
menyarankan agar kristenisasi dilakukan secara pendekatan dan
sosialisasi budaya Eropa/ Belanda. Dengan cara pendekatan budaya itu
menurut Snouck, umat Islam Indonesia tidak bereaksi, dan bahkan nantinya
mereka masuk Kristen dengan sendirinya.
8.
Ide dan cara yang diusulkan Snouck itu ditentang oleh pihak missionaris
yang memang ditugaskan secara resmi oleh kerajaan Belanda ke
Indonesia, sehingga terjadi polemik antara Snouck dengan anggota
parlemen, dan bahkan Menteri Belanda, Lohman. menuduh Snouck sebagai
orang yang menghalangi kristenisasi di Indonesia.
9. Tidak kurang dari itu, Prof HM Rasjidi intelektual Indonesia yang
dikenal anti kristenisasi pun bahkan menilai Snouck sebagai teman umat
Islam Indonesia, karena Snouck tak membolehkan umat Islam ini
dikristenkan Belanda.
10. Apa yang difahami
HM Rasjidi itu tidak mendasar, karena justru Snouck sendiri menolak
keras tuduhan Menteri Belanda, Lohman, yang menganggap Snouck tak
menyetujui Kristenisasi di Hindia Belanda. Hingga Snouck menunjukkan
bukti-bukti kegigihannya membantu pengkaderan misi Kristen di
Rotterdam, dan penghargaan terhadap dirinya langsung dari Gubernur
Jendral di Hindia Belanda atas upaya missi yang diemban Snouck.
11. Meskipun demikian, Snouck sendiri mencatatkan dirinya di buku
Bevolingsregister te Leiden sebagai orang yang ‘tidak beragama’.
Demikianlah sikap Christian Snouck Hurgronje terhadap Islam dan
Muslimin di Indonesia, selaku penasihat ahli pemerintah kolonial
Belanda. Orang yang suka bermisal-misal tentang musang berbulu ayam,
mungkin bisa mengatakan: Snouck itu saking pandainya berbulu ayam, maka
mssionaris dan menteri Belanda menuduhnya sebagai ayam. Demikian pula
Prof HM Rasjidi menganggap Snouck sebagai teman ayam. Tetapi Snouck
sendiri mencak-mencak bahwa dirinya bukanlah ayam, tetapi pembina kader
musang, dan mendapat penghargaan langsung dari Gubernur Jendral
musang.
- *Hartono Ahmad Jaiz penulis buku-buku Islam, pemimpin redaksi nahimunkar.com, tinggal di Jakarta.
[1] H Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, LP3ES, Jakarta, 1985, h 20-21.
[2] Dr Qasim As-Samra’i, Al-Istisyraqu bainal Maudhu’iyati wal Ifti’aliyah, terjemahan Prof. Dr Syuhudi Isma’il dkk, Bukti-bukti Kebohongan Orientalis, GIP, Jakarta, cetakan pertama 1417H/ 1996M, hl 139.
[3] H Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda,
LP3ES, Jakarta, cetakan pertama, 1985, hal 1-2, mengutip Harry J
Benda, “Christian Snouck Hurgronje and the Foundations of Dutch Islamic
Policy in Indonesia,” dalam Contiunity and Change in Southeast Asia, (Yale University, 1972), hal 83.
[4] Aqib Suminto, hal 2.
[5] Dr Qasim As-Samra’i, Op cit, hal 142-143.
[6] Ibid hal 143-144.
[7] Ibid hal 154.
[8] K. Van de Maaten, Snouck Hurgronje en de Atjeh Oorlog, Leiden, 1948, hal 95, dikutip Dr Qasim Assamurai, hal 158.
[9] Dr Ahmad Abdul Hamid Ghurab, ru’yah Islamiyyah lil Istisyraq, terjemahan AM Basalamah, Menyingkap Tabir Orientalisme, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, I, 1992, hal 97-98.
[10] Hendrik Kraemer, the Crisitian Message in a non-Christian World, London, 1938, edisi kedua, 1947.
[11] B.J Boland, the Strugle of Islam in Modern Indonesia’s Gravenhage, 1970, hal 236, dikutip Qasim Assamurai hal 164.
[12] Kraemer, op cit, hal 353, bandingkan Boland, op cit, hal 240, no 146, dikutip Qasim, ibid, hal 164.
[13] Endang Basri Ananda (editor), 70 Tahun Prof. Dr. H.M Rasjidi, Harian Umum Pelita, Jakarta, 1985, hal.53-54
[14] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, LP3ES, cetakan II, 1985, hal 182, mengutip Pangeran Aria chmad Djajadiningrat, Kenang-kenangan (Jakarta: Kolff-Buning/ Balai Pustaka, 1936), hal 385.
[15] Deliar Noer, hal 182-183, mengutip Hurgronje, Nederland en de Islam, edisi ke-2 (Leiden: E.J Brill, 1915), hal 59, 78.
[16] Hurgronje, ibid, hal 94, dikutip Deliar, hal 183.
[17] Deliar, hal 183-184, mengutip Handelingen der Staten Generaal, Pidato kenegaraan Raja, 18 September 1901 sebagai dikutip oleh van der Kroef, JM va der, Dutch Colonial Policy in Indonesia, hal. 53).
[18]
Dr Qaim As-Samra’i, op. cit., hal 165-166, mengutip bagian-bagian
surat Snouck Hurgronje kepada Menteri Lohman dari teks pidato van
Koningsveld dengan izinnya.
[19] Dr qasim As-Samra’i, -- hal 168, mengutip Bevolkingsregister te Leiden.
Posting Komentar
Jika anda menyertakan link baik itu link hidup atau mati maka admin akan menghapus komentar anda..terima kasih